Suara.com - Anggota Komisi III Arsul Sani menyoroti terjadinya disparitas penuntutan perkara tindak pidana umum. Disparitas itu terjadi kepada mereka terdakwa yang diketahui berseberangan dengan pemerintah atau penguasa.
Arsul mengatakan perkara-perkara yang terjadi disparitas juga dimaknai publik berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan hak berdemokrasi.
Contoh kasus disebutkan Arsul ialah mulai dari tuntutan terhadap Habib Rizieq Shihab, Ratna Sarumpaet, hingga Syahganda Nainggolan.
"Ini perkara-perkara ini dituntut maksimal 6 tahun, padahal saya melihat perkaranya yang didakwakan pasalnya sama. Kemudian dikaitkan dengan status penyertaannya pasal 55 itu juga sama," kata Arsul dalam rapat dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (14/6/2021).
"Tapi tuntutannya beda kalau yang melakukan adalah bukan orang-orang yang dalam tanda kutip posisi politiknya berseberangan dengan pemerintah atau dengan penguasa," sambungnya.
Berbeda misalnya, kata Arsul, tuntutan terhadap perkara dengan terdakwa yang posisi politiknya tidak bersebrangan dengan pemerintah.
"Katakanlah soal perkara petinggi Sunda Empire."
"Itu tuntutanya 4 tahun," kata Arsul.
Disparitas itu yang menurut Arsul menjadi persoalan. Ia menilai akibatnya timbul kesan bahwa Kejaksaan Agung tidak sekadar merupakan alat negara, melainkan alat kekuasaan.
Baca Juga: Tahanan Kejagung Positif Covid-19, Diduga Terpapar saat Dibesuk Keluarga
"Nah yang jadi soal juga ini kemudian menimbulkan kesan bahwa Kejaksaan Agung juga dalam tanda kutip tidak lagi murni menjadi alat negara yang melakukan penegakan hukum. Tapi juga menjadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," ujar Arsul.
Menanggapi Arsul, Burhanuddin memberikan jawaban. Ia berujar bahwa pihaknya baru melakukan perubahan di dalam pelaksanaan. Di mana Kejagung memberikan kewenangan untuk penuntukan ke daerah-daerah atau untuk tertentu.
"Dan ini adalah satu hal kelemahan bagaimana kita belum bisa mengawasi adanya disparitas ini, dan ini akan kami jadi program kami agar nanti Jampidum tidak terjadi lagi disparitas. Walaupun kami memberikan kewenangan ke daerah tetapi pengawasan ada tetap pada kita. Jangan sampai ada disparitas terjadi lagi," tuturnya.
Berita Terkait
-
Depankan Restorative Justice Kasus Rizieq, Fraksi PKS ke Jaksa Agung: Tak Perlu Lebay Pak
-
Tahanan Kejagung Positif Covid-19, Diduga Terpapar saat Dibesuk Keluarga
-
KPK Sita Ferari F-12 Barrlinetta Milik Koruptor Asabri, Dilelang Dengan Harga Murah!
-
Bahas Pasal Belum Tuntas, RKUHP Segera Masuk RUU Prioritas 2021
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Mobil Bekas yang Lebih Murah dari Innova dan Fitur Lebih Mewah
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Belasan Nyawa Melayang di Galangan Kapal PT ASL Shipyard: Kelalaian atau Musibah?
-
Kawasan Malioboro Steril Kendaraan Jelang Tahun Baru 2026, Wisatawan Tumpah Ruah
-
Bantuan Rp15 Ribu per Hari Disiapkan Kemensos untuk Warga Terdampak Bencana
-
Tahun Baru 2026 Tanpa Kembang Api, Polisi Siap Matikan dan Tegur Warga!
-
Prabowo Pilih Habiskan Malam Tahun Baru Bersama Warga Terdampak Bencana di Tapanuli Selatan
-
Jalur Emergency Disiapkan dari Malioboro hingga Titik Nol saat Malam Tahun Baru
-
Wajah Penuh Warna Monas Jelang Malam Tahun Baru 2026
-
Museum dan Rumah Singgah Marsinah Resmi Mulai Dibangun di Nganjuk
-
Malam Tahun Baru 2026 Tanpa Kembang Api, Polisi Bakal Tindak yang Melanggar
-
171.379 Rumah Rusak, Dompet Dhuafa Targetkan Bangun 1.000 RUMTARA bagi Penyintas Bencana Sumatra