Suara.com - SETARA Institute turut buka suara terkait aksi rekan-rekan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam hal ini, BEM UI membuat sebuah poster dengan tajuk "The King of Lip Service".
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani mengatakan, kritik yang dijukan kepada Jokowi merupakan bagian dari kebebasan warga negara dalam mengeluarkan pendapat. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat 3 dan Pasal 28I ayat 1.
"Itu adalah bagian dari kebebasan warga negara dalam mengeluarkan pendapat, kemerdekaan pikiran, dan hati nurani sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 dan Pasal 28I ayat 1," kata Ismail dalam keterangannya, Senin (28/6/2021).
Ismail menilai, kampus seharusnya bisa memberi ruang atau dalam kata lain, bisa memfasilitasi hak konstitusional. Salah satunya dengan menjamin kebebasan akademik para mahasiswanya.
"Terlebih, memang peran mahasiswa sebagai agen perubahan, kontrol sosial, dan penjaga moral. Sehingga mereka memiliki kewajiban moral untuk melakukan kritik terhadap pemerintah," jelasnya.
Bahkan, Ismail turut menyoroti pernyataan UI yang mengklaim sangat menghargai kebebasan menyampaikan pendapat. Kata dia, hal itu berbanding terbalik dengan tindakan pemanggilan terhadap sejumlah pengurus BEM UI.
"Pemanggilan tersebut, disertai keterangan-keterangan pihak kampus yang menyudutkan BEM UI, secara eksplisit justru mencerminkan tindakan pengekangan kebebasan berpendapat mahasiswa," kata dia.
Dijelaskan Ismail, kritik yang dibikin oleh BEM UI justru mencerminkan realitas politik yang seharusnya dijadikan evaluasi oleh pemerintah. Dalam konteks ini, pelbagai hal yang disampaikan pemerintah -- terutama Presiden -- tentu wajar jika ditagih oleh mahasiswa.
"Bahkan BEM UI juga mencantumkan pelbagai referensi mereka dalam membuat kritikan tersebut, sehingga kritikan tersebut memang ada basisnya. Poin-poin kritikannya pun juga menjadi kritikan organisasi masyarakat sipil terhadap pemerintahan kini, seperti terkait pelemahan KPK dan pasal karet UU ITE serta implikasinya," sambung Ismail.
Baca Juga: Balas Sindiran Ade Armando, Ketua BEM UI: Kritikan Dosen Ilmiah, bukan Nyerang Personal
Lebih lanjut, Ismail berpendapat jika seharusnya jika kampus mendukung tindakan-tindakan mahasiswa yang berupaya mengoreksi dan memperbaiki realitas politik yang tidak konstruktif untuk demokrasi. Bagi dia, kampus adalah ruang untuk tumbuh dan berkembangnya kebebasan berpikir, berpendapat, dan kemerdekaan pikiran.
"Dengan kondisi demikian, maka kampus seharusnya menjadi tempat untuk pilar-pilar demokrasi. Kritikan-kritikan terhadap pemerintah, justru menjadi cerminan implementasi ilmu yang dipelajari di kampus," pungkas dia.
Dipanggil Rektor Usai Kritik Jokowi
Sebelumnya, BEM UI memberikan kritikan tajam kepada Presiden Joko Widodo. Dalam kritikan terbuka ini, BEM UI menyebut Presiden Jokowi sebagai "King of Lip Service".
Kritikan ini dibagikan di akun media sosial BEM UI, baik di Twitter maupun Instagram. BEM UI menyoroti berbagai janji Jokowi yang tidak ditepati, dan menyebut sang presiden kerap mengobral janji.
"JOKOWI: THE KING OF LIP SERVICE. Halo, UI dan Indonesia! Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu," tulis BEM UI di Instagram seperti dikutip oleh Suara.com, Minggu (27/6/2021).
Tak lama berselang, sedikitnya ada 10 mahasiswa pengurus BEM UI dipanggil Rektorat UI termasuk Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra oleh Direktur Kemahasiswaan UI Tito Latif Indra pada Minggu (27/6/2021).
"Betul, atas pemuatan meme tersebut di media sosial, UI mengambil sikap tegas dengan segera melakukan pemanggilan terhadap BEM UI pada sore hari Minggu, 27 Juni 2021," kata Kepala Humas dan KIP UI Amelita Lusia.
Amelita mengklaim pemanggilan ini bukan berarti membungkam kebebasan berpendapat mahasiswa, namun UI menilai tindakan mahasiswa ini telah melanggar aturan.
Berita Terkait
-
BEM UI Kena Hack usai Kritik Jokowi, Asfinawati Curigai Ini Jika Aparat Tak Bertindak
-
Dukung BEM UI Kritik Jokowi, PAN: Kampus Tempat Adu Gagasan, Bukan Pembungkaman!
-
Alissa Wahid Sentil Rektorat Panggil BEM UI: Kalau Dulu Begini, Tak Akan Ada Reformasi
-
Akun Medsos Dibobol, Pengurus BEM UI Disasar Hacker usai Kritik Jokowi King of Lip Service
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal
-
Bukan Cuma Wacana, Ini Target Rinci Pemindahan ASN ke IKN yang Diteken Presiden Prabowo
-
Polandia Jadi Negara Eropa Kedua yang Kerja Sama dengan Indonesia Berantas Kejahatan Lintas Negara