Suara.com - Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, Hikmahanto Juwana menilai pemerintah Indonesia harus mencari cara untuk melakukan penolakan atas putusan Pengadilan Arbitrase Singapura yakni memerintahkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk membayar 20 juta USD atau Rp 299 miliar kepada Navayo. Setidaknya ada tiga alasan yang membuat Indonesia harus melawan putusan tersebut.
"Meski kalah, Kemhan harus melawan putusan tersebut dengan cara melakukan penolakan atas putusan yang hendak dieksekusi di Indonesia," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/1/2022).
Alasan pertama mengapa putusan ini harus ditolak oleh pengadilan untuk dieksekusi ialah Navayo bukan perusahaan penyedia Satelit Komunikasi, melainkan penyedia perangkat darat yang menghubungkan pada satelit.
Menurutnya, banyak pihak di Indonesia memiliki persepsi yang salah terkait ini dengan mengira Navayo merupakan peusahaan penyedia satelit. Padahal Satelit Komunikasi yang dipesan oleh Kemhan berasal dari perusahaan Airbus dan hingga saat ini satelit tersebut masih belum ada.
"Sehingga janggal bila perangkat darat telah berada di Indonesia jauh mendahului peluncuran Satelit Komunikasi," ucapnya.
Alasan kedua menurut Hikmahanto yakni dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan satelit itu mengindikasikan putusan arbitrase di Singapura telah melanggar ketertiban umum (public policy) di Indonesia.
Kalau mengikuti aturan Pasal 66 huruf (c) Undang-undang Arbitrase maka putusan demikian tidak memenuhi persyaratan untuk diakui dan dilaksanakan di Indonesia.
Kemudian untuk alasan ketiga, aset Kemhan berdasarkan Pasal 50 Undang-undang Perbendaharaan Negara yang merupakan aset Negara dengan tegas dilarang untuk dilakukan penyitaan.
"Sehingga permohonan Navayo untuk melakukan eksekusi ke pengadilan atas putusan arbitrase di Singapura besar kemungkinan ditolak oleh Pengadilan," ujarnya.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang di Kemhan 2015, Negara Telan Kerugian Nyaris Rp 1 Triliun
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan yang terjadi di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Akibat penyalahgunaan kewenangan itu, negara terancam rugi hingga kurang lebih Rp 800 miliar.
Mulanya, Kemhan ingin membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemhan lalu meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) untuk bisa mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur sehingga dapat membangun Satkomhan.
Kemhan lantas membuat kontrak dengan PT Avanti Communication Limited untuk menyewa Satelit Artemis pada 6 Desember 2015. Pada saat membuat kontrak itu, Kemhan ternyata tidak memiliki anggaran untuk membayarnya.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat Satkumham, satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (13/1/2022).
Karena belum ada pembayaran sewa yang masuk, maka PT Avanti menggugat Kemhan ke London Court of International Arbitration pada 9 Juli 2019. Hasilnya, pengadilan tersebut menjatuhkan putusan negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filling satelit sebesar Rp 515 miliar.
Berita Terkait
-
Menkeu Purbaya Tolak Duduk di Kursi Utama Saat Sidak Rapat Direksi BNI: Bukan Pencitraan Kan Pak?
-
Wali Murid SDIT di Serang Kompak Tolak MBG: Kami Mampu Bayar SPP Belasan Juta!
-
Ridwan Kamil Tolak Tes DNA Ulang Kemauan Lisa Mariana: Ini Bukan Penyakit!
-
Lima Kali Mangkir, CEO Asing di Skandal Satelit Kemenhan Resmi Jadi Buronan
-
Ribuan Buruh Kepung DPR Hari Ini, 5.367 Aparat Dikerahkan Amankan Aksi Tolak Upah Murah!
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Merasa Terlindungi, Barang Pemberian Kapolda Herry Heryawan Bikin Penyandang Tunarungu Ini Terharu
-
Kolaborasi Bareng DPRD DKI, Pramono Resmikan Taman Bugar Jakbar
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum