Suara.com - Pada tahun 2015, 46 dari 239 perempuan yang terdaftar di pemerintah Seoul sebagai korban perbudakan seks masih hidup di Korsel, tapi sekarang hanya ada 12 orang.
Jepang menolak untuk memberikan kompensasi kepada mereka.Selama 30 tahun setelah 'go public' dengan ceritanya tentang penculikan, pemerkosaan, dan prostitusi paksa oleh militer masa perang Jepang, Lee Yong-soo takut kehabisan waktu dalam mendapatkan keadilan.
Perempuan berusia 93 tahun itu adalah satu dari sejumlah penyintas perbudakan seksual Korea Selatan yang semakin lama semakin berkurang.
Sejak awal tahun 1990-an mereka menuntut pemerintah Jepang sepenuhnya mengakui kesalahan dan memberikan permintaan maaf yang tegas.
Upaya terbarunya – dan mungkin yang terakhir – adalah membujuk pemerintah Korea Selatan dan Jepang untuk menyelesaikan kebuntuan selama puluhan tahun atas kasus perbudakan seksual melalui pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lee memimpin sebuah kelompok penyintas perbudakan seksual internasional – termasuk dari Filipina, Cina, Indonesia, Australia, dan Timor Leste – yang mengirim petisi penyelidik kantor hak asasi manusia PBB untuk menekan Seoul dan Tokyo membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional PBB (ICJ).
Kelompok tersebut ingin Seoul memulai proses arbitrase terhadap Jepang dengan panel PBB, jika Tokyo tidak setuju untuk membawa kasus tersebut ke ICJ.
Tidak jelas apakah Korea Selatan, yang akan berganti ke pemerintahan baru pada bulan Mei mendatang, akan mempertimbangkan untuk membawa masalah ini ke PBB ketika menghadapi tekanan untuk meningkatkan hubungan dengan Jepang di tengah momen pergolakan dalam urusan global.
Negara ini tidak pernah mengajukan kasus di bawah proses seperti itu sebelumnya. Penderitaan semakin terlupakan Sulit bagi Lee untuk bersabar ketika penyintas lainnya terus meninggal dunia.
Baca Juga: Di Balik Perbudakan Seks Kamboja
Dia khawatir tentang penderitaan mereka dilupakan atau terdistorsi oleh upaya nyata Jepang untuk mengecilkan sifat paksaan dan kekerasan dari perbudakan seksual Perang Dunia II dan mengeluarkannya dari buku sekolah.
Kepada Associated Press, dia bercerita bahwa dia diseret dari rumah saat berusia 16 tahun untuk menjadi budak seks Tentara Kekaisaran Jepang dan berbagai pelecehan keras yang dia alami di rumah bordil militer Jepang di Taiwan sampai akhir perang — kisah yang pertama kali dia ceritakan kepada dunia pada tahun 1992.
"Baik Korea Selatan dan Jepang terus menunggu kami mati, tetapi saya akan berjuang sampai akhir,” kata Lee di Seoul.
Dia mengatakan kampanyenya bertujuan menekan Jepang untuk sepenuhnya menerima tanggung jawab dan mengakui perbudakan seksual militer masa lalunya sebagai kejahatan perang dan mendidik publiknya dengan baik tentang pelanggaran tersebut.
Keluhan atas perbudakan seksual, kerja paksa, dan pelanggaran lain yang berasal dari pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea sebelum berakhirnya Perang Dunia II telah membuat hubungan Seoul-Tokyo tegang dalam beberapa tahun terakhir karena permusuhan meluas ke masalah perdagangan dan kerja sama militer.
Perselisihan tersebut telah membuat frustrasi Washington, yang menginginkan kerja sama tiga arah yang lebih kuat dengan sekutu Asianya untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Korea Utara dan Cina.
Berita Terkait
-
Don Lee, Lee Jin-uk, dan Lisa BLACKPINK Bintangi Film Aksi Terbaru Netflix
-
KADIN: Gas Jadi Pilar Utama Ketahanan Energi dan Pangan Nasional
-
Media Korea Cibir Timnas Indonesia Usai Timur Kapadze Batal Jadi Pelatih
-
Komdigi Kirim Bantuan Starlink ke Wilayah Bencana Aceh, Pemulihan BTS Terus Dipercepat
-
Sibuk Tak Punya Waktu? Ini Skincare Lokal 'Satu Botol Ajaib' Andalan Grace Tahir untuk Wanita Modern
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Ammar Zoni Minta Jadi Justice Collaborator, LPSK Ajukan Syarat Berat
-
DPR Desak Pemerintah Cabut Izin Pengusaha Hutan yang Tutup Mata pada Bencana Sumatra
-
Calon Penumpang Super Air Jet Terlibat Cekcok dengan Petugas Buntut Penundaan 4 Jam di Bandara
-
LPSK Sebut Ammar Zoni Ajukan Justice Collaborator: Siap Bongkar Jaringan Besar Narkotika?
-
Pemerintah Perkuat Komitmen Perubahan Iklim, Pengelolaan Karbon Jadi Sorotan di CDC 2025
-
Pramono Anung Genjot Program Kesejahteraan Hewan untuk Dongkrak Jakarta ke Top 50 Kota Global 2030
-
Diperiksa 14 Jam Dicecar 47 Pertanyaan: Kenapa Polisi Tak Tahan Lisa Mariana di Kasus Video Syur?
-
Profil Mirwan MS: Bupati Aceh Selatan, Viral Pergi Umroh saat Rakyatnya Dilanda bencana
-
Benteng Alami Senilai Ribuan Triliun: Peran Mangrove dalam Melindungi Kota Pesisir
-
Pergub Sudah Berlaku, Pramono Anung Siap Tindak Tegas Pedagang Daging Kucing dan Anjing