Suara.com - Pemerintah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke Komisi III DPR RI pada Rabu (6/7/2022). Dalam draf RKUHP teranyar, masih terpampang aturan pidana untuk pelaku penyerangan dan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Aturan tersebut tertuang dalam Bab II RKUHP Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 217 dijelaskan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden atau wakil presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Dalam draf RKUHP dijelaskan maksud dari Pasal 217 yang mengatur hukuman bagi pelaku penyerangan. Tindak pidana penyerangan diri seseorang pada umumnya dapat merupakan berbagai tindak pidana, seperti penganiayaan atau melakukan Kekerasan.
Karena tindak pidana dalam ketentuan pasal ini ditujukan kepada diri presiden atau wakil presiden maka jika ancaman pidana tidak termasuk dalam pidana yang lebih berat, maka berlaku ketentuan dalam pasal ini.
Sementara pada Ayat 1 Pasal 218 dijelaskan hukuman bagi penyerang kehormatan atau martabat diri presiden atau wakil presiden.
"Bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi Ayat 1 Pasal 28 RKUHP yang dikutip Suara.com, Rabu (6/7/2022).
Kemudian pada Ayat 2 Pasal 218 diterangkan bahwa tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Poin yang dimaksud menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri itu merupakan merendakan atau merusak nama baik atau harga diri presiden maupun wakil presiden.
Sementara itu, yang dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' pada Ayat 2 Pasal 218 ialah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp 15 Ribu: Waspadai Inflasi Karena Pelemahan Rupiah
Definisi kritik menurut RKUHP ialah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut. Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang obyektif. Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya.
Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presiden dan wakil presiden atau menganjurkan penggantian presiden dan wakil presiden dengan cara yang konstitusional.
"Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden," demikian penjelasan dalam RKUHP.
Lebih lanjut, pada Pasal 219 diterangkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui
atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Lalu pada Pasal 220 dijelaskan kalau tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan Pasal 218 dan Pasal 219 itu hanya bisa dituntut berdasarkan aduan.
"Pengaduan dapat dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden."
Berita Terkait
-
DPR Ogah Buru-buru Sahkan RKUHP Pekan Ini, Apa Alasannya?
-
Ada Aksi Unjuk Rasa Tolak RKUHP di Kota Bogor, Hindari Ruas Jalan Ini
-
Wamenkumham Sebut Naskah Tidak Ada Perubahan, RUU PAS Siap Disahkan Jadi Undang-undang
-
Hindari Pasal Karet Penghinaan Presiden di RKUHP, Hamdan Zoelva Sarankan Ini
-
Desak Publik Dilibatkan dalam Pembahasan RKUHP, BEM Unpad dan KM ITB Bakal Geruduk Gedung DPRD Jawa Barat Besok
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Momen Thariq Halilintar Gelagapan Ditanya Deddy Corbuzier soal Bisnis
- Korban Keracunan MBG di Yogyakarta Nyaris 1000 Anak, Sultan Akhirnya Buka Suara
- Dicibir Makin Liar Usai Copot Hijab, Olla Ramlan: Hidup Harus Selalu...
Pilihan
-
Nostalgia 90-an: Kisah Tragis Marco Materazzi yang Nyaris Tenggelam di Everton
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaru September 2025
-
Perbandingan Spesifikasi Redmi 15C vs POCO C85, Seberapa Mirip HP 1 Jutaan Ini?
-
Rapor Pemain Buangan Manchester United: Hojlund Cetak Gol, Rashford Brace, Onana Asisst
-
Kata Media Prancis Soal Debut Calvin Verdonk: Agresivitas Berbuah Kartu
Terkini
-
Adian Napitupulu Minta Kewenangan BAM DPR Ditambah, Biar Bisa Panggil Pejabat Bermasalah
-
"Rampok Uang Negara" Berujung Pemecatan: Mantan Anggota DPRD Gorontalo Bakal Jadi Supir Truk Lagi
-
Dokter Tifa Klaim Punya Data Australia, Sebut Pendidikan Gibran 'Rawan Scam dan Potensial Fake'
-
Kronologi Horor di Kantor Bupati Brebes: Asyik Lomba Layangan, Teras Gedung Tiba-tiba Runtuh
-
Ikut Terganggu, Panglima TNI Jenderal Agus Minta Pengawalnya Tak Pakai Sirine-Strobo di Jalan
-
Anggaran Jumbo Pertahanan RI Rp187,1 Triliun, Panglima TNI: Senjata Canggih Itu Sangat Mahal
-
Bukan Dilarang Total, Kakorlantas Tegaskan Sirene dan Strobo Polisi Tetap Meraung untuk Tugas Ini
-
Akhir Tragis Nasir di Yalimo: Hilang Saat Kerusuhan, Ditemukan Tewas Mengenaskan Penuh Anak Panah
-
Tak Setuju Gaji Anggota DPR Dipotong Gegara Bolos Rapat, Adian PDIP: Nanti Kita Terjebak Absensi
-
Dukung KLHK, NHM Laksanakan Aksi Bersih-bersih Serentak World Cleanup Day 2025 bersama Mitra Lokal