Suara.com - Rencana pemberian izin bagi perguruan tinggi mengelola tambang masih menuai penolakan. Perguruan tinggi disangsikan kemampuan dan kapasitasnya mengelola bisnis pertambangan.
Dalam diskusi virtual yang digelar Perkumpulan Bakul Pemimpi, Sabtu (8/2/2025), ahli pertambangan dan para akademisi menelaah sejumlah tantangan dan risiko yang akan dihadapi perguruan tinggi bila dipaksa terjun ke bisnis tambang.
Akademisi sekaligus pakar pertambangan Zulfatun Mahmudah dalam presentasinya menegaskan, dipastikan kampus akan buntung bila nekat mengelola tambang.
Dia mengungkapkan tiga alasan, Antara lain menyangkut kemampuan finansial, kapasitas operasional penambangan termasuk tantangan sosial dan lingkungan, hingga kehancuran reputasi kampus itu sendiri. Menurutnya, sektor pertambangan membutuhkan modal awal yang sangat besar. Meliputi jaminan reklamasi yang harus disetor dalam waktu 30 hari setelah dokumen rencana reklamasi diserahkan.
Pendanaan berikutnya untuk eksplorasi yang mencakup pemetaan lokasi, penentuan kualitas dan deposit batu bara, serta analisis dampak lingkungan yang juga membutuhkan dana besar.
Jika dua tahapan itu terpenuhi, tidak serta merta bisa segera menambang lalu meraup untung. Perusahaan tambang harus mengeluarkan biaya lagi untuk konstruksi yaitu pembangunan fasilitas pengolahan seperti crusher dan coal processing plant, pembuatan jalur pengangkutan (hauling road) yang bisa sangat mahal jika lokasi tambang jauh dari jalur distribusi. Biaya kontruksi ini termasuk pembangunan perkantoran dan perumahan karyawan karena tambang biasanya berada di daerah terpencil.
“Bisa dibayangkan, modal awal sebelum menambang sudah sangat mahal. ini belum menambang. Sebagai gambaran, PT Kaltim Prima Coal menghabiskan 570 juta USD dalam tahap konstruksi awalnya, atau sekitar 10 triliun rupiah dengan kurs saat ini,” kata Zulfatun.
Biaya besar berikutnya adalah untuk operasional dan keselamatan tambang. Walaupun katanya menghasilkan untung, perusahaan tambang harus mengeluarkan lagi biaya pajak, royalti. Sedangkan royalti ekspor lebih tinggi dibanding domestik. Ini belum termasuk sharing profit ke pusat dan daerah, bahkan wajib mengalokasikan duit untuk CSR dan tanggung jawab sosial.
Zulfatun mengatakan, hanya dua pilihan pendanaan. Melibatkan pihak ketiga, berarti memberi hak konsesi ke investor dan kampus menerima fee namun hilang kendali penuh atas tambang. Atau kampus harus mencari pinjaman, yang berarti harus ada aset sebagai
jaminan.
Baca Juga: Baleg DPR Sebut Pemerintah Sudah Setuju Kampus Bisa Kelola Tambang
“Pilihan pertama, berarti kampus menjadi broker. Atau pilihan kedua, ada risiko break-even point (BEP) dalam industri tambang sangat panjang, dan ada risiko kerugian akibat fluktuasi harga batu bara,” katanya.
Risiko lain yang akan dihadapi kampus adalah kehancuran reputasi. Kampus bisa dianggap tidak independen karena tersandera kepentingan bisnis. Kampus akan kehilangan kredibilitas akademik akibat konflik kepentingan.
“Dan Kampus bisa dianggap menyimpang dari tujuan awalnya sebagai institusi pendidikan dan penelitian. Apakah kampus benar-benar akan mendapatkan keuntungan dari tambang? Atau justru akan merusak reputasinya?,” tanya Zulfatun skeptis.
Dia menyarankan, para elit perguruan tinggi dan forum rektor sebaiknya memperkuat perannya dalam riset, inovasi teknologi, atau pendidikan pertambangan yang berkelanjutan, bukan malah menjadi pelaku bisnis tambang itu sendiri.
Keresahan Para Dosen
Sejumlah dosen juga membagi keresahan yang sama, atas wacana izin tambang perguruan tinggi yang saat ini revisi UU Minerba sudah masuk ke Badan Legislatif DPR dan akan dibahas di panja DPR.
Berita Terkait
-
Baleg DPR Sebut Pemerintah Sudah Setuju Kampus Bisa Kelola Tambang
-
Butuh Modal Besar hingga Risiko Rugi, Kampus Diminta Hati-hati Terima Izin Kelola Tambang
-
Hexindo Adiperkasa Tegaskan Komitmen di Industri Alat Berat dengan Dua Unit Baru
-
Tertangkap! Begini Modus 2 WN Korsel Raup Puluhan Miliar dari Bisnis Timah Ilegal di Bekasi
-
Vonis Bebas Bikin Heboh, DPR Curiga Ada Kongkalikong di Balik Kasus Tambang Emas Ilegal Kalbar
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Harga Emas Naik Berturut-turut! Antam Tembus Rp 2,399 Juta di Pegadaian, Rekor Tertinggi
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
Terkini
-
Dua Sekolah Internasional di Tangerang Selatan Dapat Teror Bom, Saat Dicek Ternyata Nihil
-
Tebuireng Disebut Jadi Contoh Bangunan Pesantren Ideal oleh Menteri PU
-
Biaya Hanya Rp 75 Ribu, Ini Daftar Lokasi SIM Keliling DKI Jakarta Hari Ini
-
Kementerian PU Akan Mulai Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Berapa Perkiraan Biayanya?
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'