Suara.com - Kasus korupsi dalam pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk (Bank BJB) memasuki babak baru dengan ditetapkannya mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (13/3/2025).
Yuddy sebelumnya telah lebih dulu mengundurkan diri dari jabatannya pada 4 Maret 2025 lalu, tepat saat kasus ini mulai mendapat sorotan publik.
Pengunduran dirinya, yang diumumkan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), diklaim atas alasan dan keputusan pribadi, meski bertepatan dengan berkembangnya penyelidikan kasus yang menyeret namanya.
Selain menetapkan mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), sebagai tersangka, KPK juga menyeret Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Widi Hartoto (WH) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan ini.
Tak hanya itu, tiga pengusaha dari sektor swasta turut dijerat yakni Kin Asikin Dulmanan, yang mengendalikan Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Suhendrik, yang mengendalikan Agensi BSC Advertising serta PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) serta Raden Sophan Jaya Kusuma yang menguasai PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (13/3/2025) mengungkap bahwa surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk kelima tersangka telah diterbitkan sejak 27 Februari 2025 yang menandai babak baru dalam pengusutan skandal yang mengguncang dunia perbankan ini.
Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB mencapai angka fantastis, yakni Rp 222 miliar.
Menurut Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, dalam periode 2021-2023, Bank BJB mengalokasikan Rp 409 miliar untuk Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank, yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary.
Dana ini digunakan untuk kerja sama dengan enam agensi periklanan guna menayangkan iklan di media televisi, cetak, dan online.
Baca Juga: Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi Ternyata Punya Harta Rp66 M, Ini Rekam Jejak hingga Kasusnya
Namun, temuan KPK mengungkap bahwa peran agensi terbatas hanya pada penempatan iklan, tanpa ada nilai tambah yang signifikan, sementara penunjukan mereka melanggar aturan Pengadaan Barang dan Jasa.
Dari audit KPK, ditemukan selisih mencolok sebesar Rp 222 miliar antara dana yang diterima agensi dan yang benar-benar dibayarkan ke media, menegaskan adanya dugaan praktik mark-up dan penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Enam agensi yang terlibat masing-masing menerima dana besar, di antaranya PT CKSB sebesar Rp 105 miliar, PT CKMB sebesar Rp 41 miliar, PT Antedja Muliatama sebesar Rp 99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri sebesar Rp 81 miliar, PT WSBE sebesar Rp 49 miliar, dan PT BSC Advertising sebesar Rp 33 miliar.
Peran Yuddy Renaldi
KPK menduga Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto tidak sekadar mengetahui, tetapi juga berperan aktif dalam skema korupsi pengadaan jasa agensi di Bank BJB selama periode 2021-2023.
Menurut Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, keduanya diduga telah menyiapkan mekanisme pengadaan ini sebagai sarana untuk menerima kickback.
Tak hanya itu, mereka juga disebut mengarahkan dan/atau memerintahkan pihak pengguna barang agar bersepakat dengan rekanan agensi dalam pengelolaan dana hasil kickback.
Skema ini mengindikasikan adanya praktik sistematis yang dirancang untuk menguntungkan pihak tertentu dengan cara melawan hukum, sekaligus merugikan keuangan negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
Skandal korupsi pengadaan jasa agensi di Bank BJB semakin terungkap dengan dugaan bahwa Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto tidak hanya mengetahui, tetapi juga mengarahkan panitia pengadaan untuk memenangkan rekanan tertentu sesuai kesepakatan.
Keduanya diduga turut mengetahui serta mengelola dana non-budgeter Bank BJB yang digunakan dalam skema ini. Menurut Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini melanggar aturan dengan berbagai cara, termasuk menyusun dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bukan berdasarkan nilai pekerjaan sebenarnya, melainkan dari fee agensi demi menghindari proses lelang yang seharusnya transparan.
Selain itu, panitia pengadaan diduga diperintahkan untuk mengabaikan verifikasi dokumen penyedia sesuai standar operasional prosedur (SOP) serta melakukan manipulasi penilaian setelah batas waktu pemasukan penawaran, yang dikenal sebagai praktik post bidding.
Semua ini memperkuat dugaan bahwa pengadaan jasa agensi di Bank BJB telah diatur secara sistematis demi kepentingan pihak-pihak tertentu, dengan mengorbankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Para tersangka dilarang bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan meski KPK saat ini belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka.
Berita Terkait
-
Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi Ternyata Punya Harta Rp66 M, Ini Rekam Jejak hingga Kasusnya
-
Pendidikan Yuddy Renaldi, Eks Dirut BJB Jadi Tersangka Korupsi
-
Dari Bankir ke Tersangka KPK, Jejak Kekayaan Yuddy Renaldi Jadi Sorotan
-
KPK Temukan Keanehan dalam Korupsi Dana Iklan Bank BJB: Hanya Rp100 Miliar yang Sampai ke Media!
-
Profil Yuddy Renaldi: Eks Bos Bank BJB Ditetapkan Tersangka Skandal Rp 222 Miliar
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?