Suara.com - Tangerang menjadi salah satu kota yang sangat erat kaitannya dengan jejak akulturasi Budaya Tionghoa di Provinsi Banten.
Kota yang kerap dijuluki Kota Akhlakul Karimah itu menjadi lokasi jejak sejarah etnis Tionghoa tiba di Banten pada abad ke-15.
Sejumlah lokasi menjadi sejarah akulturasi budaya Tionghoa di Kota Tangerang di antaranya, Museum Benteng Heritage, Klenteng Boen Tek Bio, dan Roemah Boeroeng Tangga Ronggeng.
Jalan Kali Pasir yang sangat dekat dengan Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Provinsi Banten menjadi salah satu jejak sejarah akulturasi Budaya Tionghoa.
Chen Chi Lung memimpin romobongan etnis Tionghoa datang ke Nusantara sebagai utusan untuk melakukan misi bilateral dan perdagangan.
Mereka terdampar di muara Cisadane atau Teluk Naga. Lokasi tersebut kemudian menjadi awal mula terjadinya akulturasi budaya Tionghoa di Kota Tangerang.
Tak hanya mengalami kerusakan kapal Rombongan Chen Chi Lung yang terdampar juga harus memenuhi perbekalan yang telah habis.
Bermodalkan izin dari Kerajaan Padjajaran yang saat itu menjadi penguasa wilayah, rombongan ini lantas bermukim.
Para pejabat atau pihak Kerajaan Padjajaran kemudian memiliki tertarik bahkan jatuh cinta dengan utusan perempuan dalam rombongan asal Tiongkok itu.
Baca Juga: Kasus Korupsi Bansos saat Covid-19, Eks Mensos Juliari Peter Batubara Diperiksa KPK di Tangerang
Dari situlah bermula hadirnya percampuran darah Indonesia dengan Tiongkok. Keturunan dari percampuran pihak Padjajaran dengan utusan Tiongkok ini kemudian banyak bermukim di kawasan Teluk Naga dan sekitarnya.
Sebagian besar keturunan etnis Tionghoa ini juga tinggal di sekitar benteng-benteng peninggalan Belanda di Kota Tangerang, terutama di sekitar Benteng Makassar yang dibangun di tepi Sungai Cisadane.
Inilah cikal bakal muncul istilah Cina Benteng, yaitu sebutan untuk keturunan etnis Tionghoa yang bermukim di Kota Tangerang.
ANTARA bersama rombongan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) menapak tilas sejarah kehadiran etnis Tionghoa di Tangerang yang kerap disebut Cina Benteng ini.
1. Roemah Boeroeng Tangga Ronggeng
Berjarak tak jauh dari klenteng Boen Tek Bio, terdapat bangunan dengan nuansa Tiongkok abad ke-18. Rumah yang kental dengan nuansa Tionghoa yang didominasi cat warna kuning ini mulanya merupakan rumah modiste kebaya encim milik keluarga Pee tau encim Pon yang termahsyur di Tangerang.
Namun pada 1973 bangunan yang berada di Jalan Cilangkap 44 ini dijual ke orang Jakarta yang kemudian dimanfaatkan untuk menjadi sarang burung walet yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk mencegah pencurian sarang walet, sang pemilik lantas mengecor dinding rumah dan membuat bagian dalam rumah hancur.
Rumah itu pun kembali beralih tangan ke sosok pengusaha sekaligus budayawan Udaya Halim, pada 2013 hingga 2014 merestorasi bangunan ini dan mengubahnya ke bentuk awal dan menggunakan kembali kayu hingga atap.
Kini Roemah Boeroeng (Roemboer) Tangga Ronggeng menjadi museum kuliner sembari mengumpulkan materi dan biaya untuk operasional, dan menjadi bangunan yang dimanfaatkan untuk acara-acara tertentu seperti acara budaya saat sincia atau imlek, Cap go meh, Peh Cun serta menyambut tamu khusus dengan jamuan makanan khas peranakan.
Penamaan Roemboer Tangga ronggeng tak lepas dari sejarah bangunan yang dulunya merupakan rumah sarang burung walet, sementara tangga ronggeng mengacu pada tangga yang digunakan penari ronggeng menuju jamban di tepi sungai Cisadane yang berlokasi tak jauh dari gedung tiga lantai ini. Gedung ini memiliki sederet koleksi kuno salah satunya kaligrafi.
2. Klenteng Boen Tek Bio
Berjarak tak jauh dari sungai Cisadane, salah satu klenteng tertua di Tangerang ini menghadirkan makna mendalam bagi masyarakat keturunan Tionghoa dan menjadi tempat ibadah yang dihormati masyarakat sekitar.
Bangunan ini dibangun pada abad ke-17 oleh pedagang Tionghoa yang akhirnya menetap di Kawasan itu, serta berperan sebagai pemersatu etnis Tionghoa di Tangerang termasuk merayakan bersama berbagai perayaan besar seperti imlek hingga Cap go meh.
3. Museum Benteng Heritage
Bangunan yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-17 ini merupakan bangunan milik Udaya Halim yang dibeli pada 2009 dengan tujuan menyelamatkan bangunan tertua di Pasar Lama, Tangerang ini.
Diresmikan pada 11 November 2011, bangunan ini masih menjaga keaslian struktur mulai dari lantai yang berasal dari terakota, kayu hingga plafon sehingga saat tiba di museum ini, pengunjung akan serasa tenggelam menjelajah peninggalan masa lampau.
Memasuki area lantai satu, pengunjung akan melihat hiasan lung atau naga berwarna emas pada sisi kiri serta tulisan mandarin dengan ukuran yang besar dengan warna emas pada bagian tengah tembok, juga lukisan-lukisan menawan yang memanjakan mata.
Beranjak ke lantai dua, menaiki tangga kayu yang cukup menanjak, koleksi berupa fengshui bakal menyapa, alat ini konon berguna untuk menentukan arah dalam pembangunan rumah, kemudian beragam timbangan yang salah satunya digunakan untuk menimbang opium.
Museum ini juga diperkaya dengan sejumlah furnitur khas Tiongkok berbahan kayu serta hiasan porselen, patung dewa-dewa, buku terjemahan, ranjang pengantin khas Tiongkok, hingga kebaya encim yang didonasikan oleh masyarakat keturunan Tionghoa hingga topi petani khas Tiongkok yang berbentuk panjang ke belakang untuk melindungi tubuh bagian belakang dari paparan sinar matahari.
Menariknya lagi,sebuah ukiran yang tersemat pada salah bagian museum yang dekat dengan atap. Konon, ukiran yang awalnya sebuah bongkahan batu besar ini masih asli dengan warna yang belum memudar. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Kasus Korupsi Bansos saat Covid-19, Eks Mensos Juliari Peter Batubara Diperiksa KPK di Tangerang
-
Perluas Akses Pendidikan di Tangerang Selatan, Anak Mitra Driver Ojol Dapat 50 Ribu Buku
-
Pelatih Buangan Persija Dikasih Target Setinggi Langit untuk Persita Tangerang
-
Proyek Pelebaran Jalan Tol Tangerang-Merak Mulai Digarap
-
Truk Muatan Pasir Terguling di Tol Jakarta-Tangerang: Kernet Tewas, Kemacetan Mengular
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun