Suara.com - Sebuah pernyataan tegas yang berpotensi memicu polemik datang dari Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas. Di tengah sorotan publik terhadap pemberian hak istimewa presiden kepada sejumlah tokoh politik, ia menegaskan bahwa narapidana dari kasus apa pun—termasuk korupsi bisa menerima amnesti maupun abolisi.
Pernyataan ini seolah menjadi justifikasi hukum atas langkah-langkah kontroversial yang telah diambil, sekaligus membuka perdebatan tentang batasan kekuasaan presiden dalam mengintervensi proses peradilan.
Semua Jenis Pidana Boleh, Tanpa Terkecuali
Dilansir dari Antara, Senin (4/8/2025), Supratman Andi Agtas membantah adanya pembatasan jenis pidana untuk pemberian hak prerogatif presiden.
Menurutnya, tidak ada satu pun undang-undang yang melarang presiden memberikan pengampunan untuk kasus tertentu.
"Semua jenis tindak pidana itu kalau presiden mau menggunakan hak istimewanya boleh," ujar Supratman.
Ia mengakui bahwa dalam praktiknya di banyak negara, hak abolisi (penghentian penuntutan) biasanya diberikan untuk kasus-kasus yang bernuansa politik.
Namun, ia menekankan bahwa itu hanyalah sebuah kebiasaan, bukan kewajiban hukum. Pintu untuk memberikan pengampunan pada kasus korupsi, terorisme, atau kejahatan luar biasa lainnya secara hukum tetap terbuka lebar.
Menkumham menjelaskan bahwa landasan hukum yang ada saat ini, yaitu Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, sudah sangat usang dan minimalis, hanya berisi lima pasal dengan penjelasan yang singkat.
Baca Juga: Ahli Presiden: Bukti Negara Hadir, Unified System Optimalkan Tata Kelola Zakat
Menyadari kekosongan ini, Supratman mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini sedang dalam proses mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang akan mengatur secara lebih komprehensif tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
"Ini sementara berproses, ini sebenarnya di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) ya," tuturnya.
Studi Kasus Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto
Pernyataan Menkumham ini tidak bisa dilepaskan dari konteks kasus-kasus besar yang baru saja terjadi. Pernyataannya menjadi relevan saat melihat dua contoh konkret:
Abolisi untuk Tom Lembong: Mantan Menteri Perdagangan ini divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi importasi gula yang merugikan negara Rp 194,72 miliar. Namun, ia menerima abolisi dari presiden.
Amnesti untuk Hasto Kristiyanto: Sekjen DPP PDI Perjuangan ini divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti memberikan suap terkait kasus Harun Masiku. Ia dan 1.177 narapidana lainnya juga menerima amnesti.
Kedua kasus ini menunjukkan bahwa hak istimewa presiden telah digunakan untuk tindak pidana yang sangat serius, termasuk korupsi.
Tantangan Menkumham: Kalau Tak Setuju, Amandemen UUD
Di akhir pernyataannya, Supratman Andi Agtas seolah menantang para kritikus. Ia menegaskan bahwa amnesti dan abolisi adalah hak mutlak presiden yang dijamin oleh konstitusi. Jika ada pihak yang tidak setuju, maka solusi satu-satunya adalah mengubah dasar hukum tertinggi negara.
"Kalau tidak setuju itu merupakan hak istimewa presiden, ya UUD-nya yang diamandemen," ucap Supratman.
Tag
Berita Terkait
-
Ahli Presiden: Bukti Negara Hadir, Unified System Optimalkan Tata Kelola Zakat
-
Seruan Keras Syahganda Nainggolan: Copot Maruarar Sirait, Ganti dengan Fahri Hamzah
-
5 Misteri Harta Hakim Rp4,3 Miliar yang Bakal Diusut Setelah Tom Lembong Bebas?
-
Syahganda Nainggolan Tegaskan Dukung Prabowo Usai Diiming-imingi 3 Janji Ini
-
Bagaimana Seharusnya Aturan Pemutaran Musik di Ruang Publik? Ini Kata APPBI
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
Terkini
-
Indonesia di Ambang Amarah: Belajar dari Ledakan di Nepal, Rocky Gerung dan Bivitri Beri Peringatan!
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri