-
Empat kasus keracunan akibat program MBG terjadi di wilayah DKI Jakarta.
-
Dinas KPKP temukan banyak dapur umum yang mengabaikan SOP pengolahan.
-
Waktu distribusi makanan sering melebihi batas aman maksimal 4 jam.
Suara.com - Kasus keracunan akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan tajam setelah empat insiden serupa terjadi di Jakarta dalam beberapa bulan terakhir.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini menunjuk satu biang kerok Utama, kelalaian dalam menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, menegaskan bahwa pihaknya memberikan atensi penuh terhadap rentetan kasus ini.
Menurutnya, Dinas KPKP secara rutin telah melakukan pengawasan ketat terhadap 135 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di ibu kota, mulai dari bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi.
“Kemudian kita juga sudah mengecek ya, terkait dengan SOP,” kata Hasudungan di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Ia menjelaskan, pemeriksaan laboratorium juga dilakukan secara berkala untuk memastikan bahan pangan memiliki gizi yang cukup, bebas dari mikroba berbahaya, tidak mengandung formalin, dan secara umum layak dikonsumsi.
“Ada indikasi busuk atau tidak,” jelasnya.
Namun, dari hasil pemantauan intensif tersebut, pihaknya justru menemukan fakta krusial di lapangan, yakni banyak SPPG yang tidak disiplin menjalankan SOP yang telah ditetapkan.
“Sebenarnya kalau SOP sudah ada dari BGN, sudah jelas, tetapi ketika kami melakukan monitoring, ternyata SOP tersebut kurang dilaksanakan dengan baik,” ungkap Hasudungan.
Baca Juga: 22 Siswa SDN 01 Gedong Diduga Keracunan MBG, Pramono Anung Enggan Berkomentar
Salah satu pelanggaran paling fatal, menurutnya, terjadi pada tahap distribusi.
Ada aturan batas waktu maksimal makanan boleh berada di suhu ruang sebelum sampai ke tangan siswa, dan aturan inilah yang sering diabaikan.
“Kadang-kadang udah selesai diolah, untuk mendistribusikan itu sebenarnya untuk di suhu ruang itu itu kan maksimal kan 4 jam. Kadang-kadang karena mungkin saking banyak produksinya, jadi tidak cepat-cepat didistribusikan ke sekolah. Jadi sudah mulai agak kurang baik,” jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat
-
Titik Didih Krisis Puncak! Penutupan Belasan Tempat Wisata KLH Picu PHK Massal, Mulyadi Geram
-
Minta Pendampingan KPK, Gus Irfan Pastikan Ibadah Haji dan Umrah Bebas Rasuah
-
Misteri Keracunan 1.315 Siswa Terpecahkan: BGN Temukan Kadar Nitrit Hampir 4 Kali Lipat Batas Aman
-
Wali Kota Semarang Dorong Sekolah Rakyat Jadi Wadah Lahirkan Generasi Hebat
-
Izin Dibekukan, DPR Ingatkan TikTok untuk Kooperatif dan Transparan
-
12 Tokoh Ajukan Amicus Curiae di Praperadilan Nadiem, Gugat Bobroknya Sistem Penetapan Tersangka
-
Genjot Skrining Tuberkulosis, Ahmad Luthfi Luncurkan Program Speling Melesat dan TB Express