- Polri tidak menahan empat tersangka kasus korupsi PLTU Kalbar
- Meskipun tidak ditahan, para tersangka telah dicekal bepergian ke luar negeri
- Proyek PLTU yang mangkrak ini diduga akibat permufakatan jahat sejak proses
Suara.com - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri akhirnya buka suara terkait alasan tidak menahan empat tersangka dalam skandal korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang merugikan negara hingga Rp1,35 triliun. Salah satu tersangka merupakan Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla.
Selain Halim Kalla yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT BRN, tiga tersangka lainnya adalah mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009, Fahmi Mochtar; Direktur Utama PT BRN berinisial RR; dan Direktur Utama PT Praba berinisial HYL.
Kepala Kortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak menahan para tersangka diambil karena penyidik masih perlu berkoordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung RI untuk memastikan kelengkapan berkas perkara sebelum dilimpahkan.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman kejaksaan terhadap kelengkapan daripada berkas perkara,” ujar Cahyono kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Cahyono mengakui bahwa secara hukum, keempat tersangka sudah memenuhi syarat objektif untuk ditahan, mengingat ancaman pidana dalam kasus ini di atas lima tahun penjara.
Namun, ia menegaskan bahwa penahanan merupakan kebutuhan penyidikan, bukan kewajiban. Menurutnya, tim penyidik telah mengantongi bukti yang cukup dan memahami konstruksi perkaranya.
“Penahanan itu kebutuhan. Sepanjang proses penyidikan ini kami sudah cukup bukti. Karena itu kami menyiasati, artinya konstruksi yang kita bangun sudah paham. Sehingga dalam waktu penanganan ini kita tidak habis masa penahanan,” jelasnya.
Sebagai gantinya, Polri mengambil langkah tegas untuk mencegah para tersangka melarikan diri ke luar negeri. Penyidik telah mengajukan permohonan pencegahan dan penangkalan (cekal) kepada pihak Imigrasi.
"Jadi simultan, pada saat penetapan tersangka tim kami juga sudah akan mengeluarkan pencegahan bepergian keluar negeri," ungkap Cahyono.
Baca Juga: Proyek PLTU Kalbar Mangkrak, Negara Rugi Rp1,35 Triliun: Uang Lenyap, Listrik Tak Menyala
Proyek Mangkrak Rugikan Negara Rp1,35 Triliun
Kasus ini bermula dari lelang ulang proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat oleh PLN pada 2008. Hasil penyidikan Polri mengindikasikan adanya permufakatan jahat antara oknum pejabat PLN dengan PT BRN untuk memenangkan tender tersebut, bahkan sebelum lelang resmi dimulai.
Panitia pengadaan PLN diduga sengaja meloloskan konsorsium BRN–Alton–OJSC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Ironisnya, penyidik menduga perusahaan Alton dan OJSC hanyalah nama fiktif yang tidak pernah benar-benar terlibat dalam konsorsium.
"Pada tahun 2009 sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada pihak PT BRN," ujar Cahyono saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Meskipun kontrak senilai ratusan miliar rupiah telah ditandatangani pada 11 Juni 2009, proyek tersebut terus bermasalah. Hingga kontrak berakhir pada 28 Februari 2012, pekerjaan baru rampung 57 persen. Bahkan setelah diperpanjang sebanyak 10 kali hingga akhir 2018, proyek tetap mangkrak dengan progres hanya 85,56 persen.
"Namun demikian, diduga bahwa ada aliran atau transaksi keuangan dari rekening KSO BRN (yang berasal dari pembayaran proyek) ke para tersangka dan pihak lainnya secara tidak sah," jelas Cahyono.
Berita Terkait
-
Proyek PLTU Kalbar Mangkrak, Negara Rugi Rp1,35 Triliun: Uang Lenyap, Listrik Tak Menyala
-
Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar, Kenapa Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Tidak Ditahan?
-
Rekam Jejak Halim Kalla yang Jadi Tersangka Korupsi PLTU, Pernah Jadi Anggota Dewan
-
Halim Kalla Tersangka Korupsi PLTU Rp1,35 Triliun, Kronologi Lengkap Skandal PLN Terkuak
-
Takut Kabur? Polri Cegah Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Keluar Negeri
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
-
Kepala Daerah 'Gruduk' Kantor Menkeu Purbaya, Katanya Mau Protes
-
Silsilah Bodong Pemain Naturalisasi Malaysia Dibongkar FIFA! Ini Daftar Lengkapnya
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
Terkini
-
Audit Total Bangunan Ponpes se-Indonesia Imbas Tragedi Al Khoziny, Kemenag Bakal Gandeng Kemen PU
-
Dipimpin Hotman Paris, Kubu Nadiem Serahkan Tumpukan Dokumen saat Praperadilan di PN Jaksel
-
KPK Ungkap Asal Uang Sitaan Rp 100 Miliar di Kasus Korupsi Kuota Haji
-
Jalan Ambles di Pekapuran Menuju Juanda Terbengkalai, Warga Minta Kepastian Perbaikan
-
Viral Momen Bahlil Colek Paha Rosan Saat Prabowo Ungkap Negara Rugi Rp300 T, Netizen: Ketahuan Deh!
-
Apa itu Amicus Curiae? Diajukan 12 Tokoh Antikorupsi untuk Nadiem Makarim
-
Tren Korea Tak Berhenti di K-Pop, Kini Giliran Produk Aslinya Kuasai Pasar Indonesia
-
Empat Pendukung ISIS di Sumatera Diciduk Densus 88! Gunakan Media Sosial untuk Provokasi Teror
-
Kasus Haji Belum Ada Tersangka, Apa Alasan KPK 3 Kali Periksa Eks Bendum Amphuri Tauhid Hamdi?
-
Proyek PLTU Kalbar Mangkrak, Negara Rugi Rp1,35 Triliun: Uang Lenyap, Listrik Tak Menyala