- Ekonom Indef, Tauhid Ahmad, menyatakan produk tekstil ilegal tanpa kepabeanan lebih merusak industri nasional dibanding maraknya praktik thrifting.
- Tauhid menyebut penegakan aturan larangan thrifting oleh Kementerian Perdagangan selama ini kerap tidak tuntas dilaksanakan oleh pemerintah.
- Pemerintah didorong menindak tegas pemasukan barang ilegal dan mendukung industri lokal melalui pembiayaan serta relokasi produksi.
Suara.com - Ekonom Indef, Tauhid Ahmad menegaskan persoalan terbesar dalam industri tekstil nasional bukan sekadar maraknya thrifting, melainkan dominasi produk tekstil ilegal yang masuk tanpa melalui mekanisme kepabeanan. Ia menilai barang ilegal jauh lebih merusak industri dalam negeri dibandingkan pakaian bekas impor.
Tauhid menjelaskan, larangan thrifting sebenarnya bukan isu baru. Menurutnya, pengaturan terkait ini sudah ada sejak lama melalui kebijakan Kementerian Perdagangan. Namun, penegakan aturannya kerap setengah jalan.
“Pemerintah juga sebenarnya sudah melarang, hanya saja selama ini problemnya seolah-olah dibiarkan begitu saja,” ujar Tauhid kepada Suara.com, Jumat (21/11/2025).
Meski begitu, Tauhid menilai ada persoalan yang jauh lebih besar dan selama ini luput dari perhatian publik. Ia menyinggung masuknya produk tekstil ilegal dalam jumlah besar.
“Yang kedua, pemerintah sering lupa bahwa jauh lebih banyak produk tekstil ilegal yang masuk ke Indonesia tanpa melalui mekanisme kepabeanan. Ini terutama untuk barang-barang baru,” ucapnya.
Menurut dia, keberadaan barang ilegal ini jauh lebih mengancam industri tekstil nasional dibandingkan thrifting yang secara fisik mudah diawasi. Ia mencontohkan fenomena harga barang baru yang tidak masuk akal di sejumlah pasar.
“Misalnya kerudung baru tapi murah sekali. Itu pasti ada masalah. Kenapa bisa jauh lebih murah dari harga produksi? Ada kemungkinan praktik dumping dari luar negeri,” ucapnya.
Tauhid menyebut praktik ini telah menekan industri tekstil lokal yang sejak awal sudah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketergantungan bahan baku impor hingga teknologi produksi yang tertinggal.
Karena itu, ia menilai pemerintah harus memberikan dukungan berupa pembiayaan, kredit murah, hingga relokasi industri ke daerah dengan biaya produksi yang lebih rendah agar bisa bersaing.
Baca Juga: Minta Pemerintah Pikirkan Nasib Bisnis Thrifting, Adian: Rakyat Butuh Makan, Jangan Ditindak Dulu
Ia juga menyinggung lemahnya penindakan terhadap jaringan distribusi pakaian bekas impor yang tersebar di berbagai daerah. Menurutnya, penyelidikan sering mandek.
“Gudang-gudang tekstil thrifting itu banyak sekali, bukan hanya di Jabodetabek. Ada di Batam, Sumatra, dan daerah lain. Pintu masuknya banyak,” katanya.
Tauhid mendukung langkah pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan, untuk menertibkan alur masuk barang thrifting sekaligus mengusut aktor hulunya.
“Harus ada efek jera. Hulunya, mulai dari perusahaannya, kapalnya, siapa yang berada di balik ini semua, harus ditindak tegas,” tuturnya.
Selain thrifting dan barang ilegal, ia menilai peredaran produk KW juga menjadi ancaman lain bagi industri lokal. Pemerintah, kata dia, harus tegas memberantasnya sekaligus mendorong pengembangan merek dalam negeri.
“Banyak brand internasional dibuat versi KW-nya di sini. Itu harus diberantas sambil kita membangun merek sendiri,” ujar Tauhid.
Berita Terkait
-
Sepakat dengan Purbaya, Mendag Tegaskan Bayar Pajak Tak Bisa Jadikan Impor Pakaian Bekas Legal
-
Bukan soal Pajak! Purbaya Tegaskan Thrifting Tetap Ilegal di Indonesia
-
Ekonom : Sikat Gudang Penyelundup Thrifting tapi Beri Napas Pedagang Eceran!
-
Pedagang Thrifting Minta Legalisasi dan Bersedia Bayar Pajak, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Peduli
-
Purbaya Ogah Terima Pajak dari Pedagang Thrifting, Anggap Ilegal Layaknya Ganja
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Kereta Gantung Rinjani: Proyek 'Rp6,7 Triliun', Investor China Ternyata Tidak Terdaftar
-
Kilang Balikpapan Diresmikan 17 Desember, Bahlil Janji Swasembada Energi di 2026
-
Harga Bitcoin Anjlok ke 82.000 Dolar AS, CEO Binance: Tenang, Hanya Taking Profit Biasa
-
6 Fakta Uang Rampasan KPK Dipajang: Ratusan Miliar, Pinjaman Bank?
-
Cara Membuat QRIS untuk UMKM, Ini Syarat yang Harus Dipersiapkan
-
Alasan Menteri Maruarar Sirait Minta SLIK OJK Dihapus atau Pemutihan Pinjol
-
Pesan Bahlil untuk Shell dan Vivo: Walaupun Tidak Menjual Bensin, Kebutuhan Rakyat Tersedia
-
BRI Peduli Sumbang Mobil Operasional Demi Peningkatan Mutu Pendidikan
-
Akui Ada Pengajuan Izin Bursa Kripto Baru, OJK: Prosesnya Masih Panjang
-
Saham AS Jeblok, Bitcoin Anjlok ke Level Terendah 7 Bulan!