- KLHK akan menerapkan hukuman berlapis kepada korporasi dan Pemda yang terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan berdasarkan kajian ilmiah.
- Pendekatan hukum meliputi sanksi administrasi, gugatan perdata dengan asas pencemar membayar, dan tuntutan pidana jika menimbulkan korban jiwa.
- Sebagai tindak lanjut, KLHK telah menarik dan mengevaluasi ulang dokumen persetujuan lingkungan di Daerah Aliran Sungai terdampak bencana.
Suara.com - Pemerintah pusat tak lagi main-main dalam menindak biang keladi kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana alam. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), sebuah gebrakan penegakan hukum disiapkan dengan menyasar target yang selama ini jarang tersentuh: Pemerintah Daerah (Pemda).
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, pihaknya tidak akan ragu menjatuhkan hukuman berlapis bagi korporasi maupun Pemda yang terbukti secara ilmiah memiliki andil dalam memperburuk kondisi bentang alam hingga menyebabkan penderitaan bagi masyarakat.
Pendekatan hukum multi-door yang mencakup sanksi administrasi, gugatan perdata, hingga tuntutan pidana akan diterapkan tanpa pandang bulu.
Langkah tegas ini menjadi sinyal kuat bahwa era kebijakan daerah yang abai terhadap data sains dan daya dukung lingkungan telah berakhir.
1. Sanksi Administrasi untuk Kepala Daerah
Ancaman pertama dan paling mendasar ditujukan langsung kepada para pengambil kebijakan di daerah. Hanif menyatakan bahwa sanksi administratif akan menjadi pintu pembuka untuk menindak Pemda yang kebijakannya terbukti memperparah kerusakan lanskap.
"Kita ada 3 hal. Jadi multidose, jadi mulai dari sanksi administrasi, kita akan kenakan ke pemerintah daerah," ujar Hanif di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Dasar penjatuhan sanksi ini bukan lagi asumsi, melainkan kajian ilmiah yang komprehensif. Jika sebuah kebijakan terbukti secara saintifik menjadi penyebab memburuknya kondisi lingkungan, KLHK memastikan akan turun tangan.
"Jadi tidak lupa, kami tidak akan ragu-ragu memberikan sanksi ke pemerintah daerah bila mana berdasarkan kajian scientific, dia kebijakannya memperburuk kondisi landscape," tegasnya.
Baca Juga: Banjir Sumatra Jadi Petaka, KLHK 'Obrak-abrik' Izin, Bakal Panggil Perusahaan Pekan Depan
2. Gugatan Perdata: Prinsip 'Pencemar Membayar'
Setelah sanksi administrasi, jerat hukum berikutnya adalah gugatan perdata untuk menuntut tanggung jawab pemulihan. Hanif merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menganut asas "pencemar membayar".
Artinya, siapapun yang menyebabkan kerusakan, wajib menanggung biaya pemulihannya hingga kembali seperti semula.
"Kemudian sanksi persengketaan lingkungan hidup, kondisi bencana yang demikian itu kan harus ada yang memulihkan. Undang-Undang 32 menganut asas poltergeist, jadi semua pencemar wajib membayar. Ini pasti kami tempuh," jelasnya.
Langkah ini memastikan bahwa beban pemulihan lingkungan tidak hanya ditanggung oleh negara atau masyarakat, tetapi oleh pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
3. Jerat Pidana Akibat Korban Jiwa
Berita Terkait
-
Banjir Sumatra Jadi Petaka, KLHK 'Obrak-abrik' Izin, Bakal Panggil Perusahaan Pekan Depan
-
Pakai Citra Satelit, Pemerintah Buru Terduga di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumatra
-
Waspada! Ratusan Pengungsi Banjir Sumatra Diserang Demam, Ini Biang Keroknya
-
Menteri LH Soroti Hilangnya Puluhan Ribu Hektare Hutan di Balik Bencana Sumatra
-
Bahas Bencana Sumatera di DPR, Menteri LH Siapkan Langkah Hukum Tegas: Tak Ada Dispensasi
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
-
Tak Sampai Satu Bulan, Bank Jakarta Klaim Salurkan 100 Persen Dana dari Menkeu Purbaya
-
Rupiah Melemah Tipis ke Rp16.626, Pasar Cari Petunjuk dari Risiko Global
-
iQOO 15 Resmi Meluncur di Indonesia: HP Flagship Monster Pertama dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
Terkini
-
Banjir Sumatra Jadi Petaka, KLHK 'Obrak-abrik' Izin, Bakal Panggil Perusahaan Pekan Depan
-
Media Sustainability Forum 2025: Perkuat Daya Hidup Media Demi Topang Demokrasi
-
Golkar Semprot Cak Imin soal 'Tobat Nasuha': Anda Bukan Presiden, Cuma Menko!
-
Pakai Citra Satelit, Pemerintah Buru Terduga di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumatra
-
Evaluasi Bantuan Dilempar dari Heli, Panglima TNI Ubah Strategi Pakai Box CDS dan Payung Udara
-
Ngeri! Curah Hujan Jakarta Diprediksi Bakal Tembus 300 mm, Pramono: 200 Saja Pasti Sudah Banjir
-
Ketika Niat Baik Merusak Alam: Kisah di Balik Proyek Restorasi Mangrove yang Gagal
-
Heboh! Parkir di Polda Metro Jaya Berbayar, Ini Jawaban Resmi Polisi Soal Dasar Hukumnya
-
Waspada! Ratusan Pengungsi Banjir Sumatra Diserang Demam, Ini Biang Keroknya
-
Bos Maktour di Pusaran Korupsi Haji, KPK Ungkap Peran Ganda Fuad Hasan Masyhur