- Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah sejak 2019, belum dieksekusi meskipun putusan MA sudah inkracht.
- Kasus ini berawal dari orasi 2017 menuding Jusuf Kalla terkait isu SARA dan korupsi keluarga pada Pilkada DKI.
- Kegagalan eksekusi menimbulkan persepsi hukum tidak objektif, diduga akibat kedekatan terpidana dengan kekuasaan politik.
Ia juga sempat mencoba manuver hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Langkah ini pun penuh kejanggalan. Idealnya, seorang terpidana yang mengajukan PK harus sedang menjalani masa hukuman. Namun, Silfester yang belum sehari pun dipenjara, tetap bisa mengajukan PK.
Drama berlanjut ketika ia dua kali absen dalam sidang PK yang diajukannya sendiri, hingga hakim akhirnya menggugurkan permohonan tersebut.
Kubu Roy Suryo bahkan telah mendatangi Kejaksaan Agung, mengadukan lambatnya kinerja Kejari Jakarta Selatan ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Namun, hingga detik ini, Silfester belum juga dieksekusi.
Dosa Jariyah Penegakan Hukum
Mandeknya eksekusi ini mengundang analisis tajam dari para pakar hukum. Kuat dugaan, posisi Silfester sebagai pentolan relawan pendukung penguasa, baik pada Pilpres 2019 maupun 2024, menjadi "tameng" yang membuatnya sulit disentuh.
Pakar hukum dari Universitas Taruma Negara (Untar), Hery Firmansyah, menegaskan bahwa aparat penegak hukum seharusnya objektif dan menjalankan prosedur tanpa pandang bulu.
Kegagalan mengeksekusi Silfester bisa menjadi cerminan buruk tidak hanya bagi hukum, tetapi juga bagi tatanan sosial.
Masyarakat bisa berasumsi bahwa hukum bisa dinegosiasikan jika seseorang memiliki kedekatan dengan kekuasaan.
Baca Juga: Roy Suryo Klaim Siap Diperiksa Sebagai Tersangka Ijazah Jokowi, Sindir Kasus Silfester Matutina
“Nah ini kan tentu menjadi sesuatu hal yang tidak baik dengan praktik penegakan hukum. Baik sekarang ataupun masa yang akan datang, karena ini akan menjadi dosa jariyah dalam tanda petik,” kata Hery kepada Suara.com, Rabu (10/12/2025).
Menurutnya, Kejaksaan sebagai eksekutor wajib melaksanakan putusan pengadilan. Jika tidak, maka timbul pertanyaan besar mengenai integritas lembaga tersebut.
Aparat harus bertindak layaknya patung dewi keadilan yang matanya tertutup, menilai secara objektif tanpa subjektivitas.
“Patung dewi keadilan itu matanya gak kebuka berati dia menilai itu secara objektif tidak ada subjektif,” ucapnya.
Jika terus dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk yang melegitimasi dugaan adanya penyalahgunaan wewenang.
Ketika aparat yang diberi mandat oleh undang-undang justru tidak melaksanakan perintah undang-undang, dalam hal ini putusan pengadilan, maka tindakan itu sama saja dengan melawan hukum itu sendiri.
Tag
Berita Terkait
-
Peringatan Hari Anti Korupsi di Jakarta
-
KPK Undang Presiden Prabowo Hadiri Hakordia 2025, Tapi Jokowi Tak Masuk Daftar
-
Roy Suryo Klaim Siap Diperiksa Sebagai Tersangka Ijazah Jokowi, Sindir Kasus Silfester Matutina
-
Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo Tuntut Keadilan dan Singgung Nama Silfester Matutina
-
Eks Jubir Gus Dur Sentil Kejagung: Prestasi Rp13 T Jadi Lelucon, Loyalis Jokowi Tak Tersentuh?
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton
-
Nestapa Korban Tewas di Kebakaran Kantor Drone, KemenPPPA Soroti Perlindungan Pekerja Hamil
-
Ketua DPD RI Soal Bencana Sumatera Masih Tutup Keran Bantuan Asing: Bangsa Kita Masih Mampu
-
Kebakaran Gedung Terra Drone Jadi Alarm, Mendagri Panggil Kepala Daerah Bahas Izin Bangunan
-
Geger PBNU: Klaim Restu Ma'ruf Amin Dibantah Keras Keluarga, Siapa yang Sah?
-
Respons Gerakan 'Patungan Beli Hutan', Ketua DPD RI: Itu Sebenarnya Pesan Kepada Negara