Suara.com - Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia (REI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan pembangunan rumah bersubsidi belum diminati oleh para pengembang karena hingga kini masih terkendala lamanya perizinan, serta tingginya harga tanah.
"Tahun ini anggota REI DIY tidak membangun rumah bersubsidi karena kami menilai tidak efektif," kata Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY Nur Andi Wijayanto di Yogyakarta, Senin (15/2/2016).
Menurut Andi, pembangunan rumah bersubsidi di Yogyakarta terakhir kali dilakukan pada 2014. Dari target pembangunan 2.275 rumah saat itu, 600 di antaranya merupakan rumah bersubsidi. "Terakhir kami bangun pada 2014, setelah itu tidak karena proses perizinannya lama ditambah harga tanah yang terus melonjak," kata dia.
Biaya yang dikeluarkan untuk mengurus perizinan di DIY, menurut dia, relatif mahal karena banyak tahapan dengan lama pengurusan antara 14 hingga 24 bulan.
"Mulai mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), izin prinsip, hingga izin pengesahan "site plan" kami harapkan bisa dipercepat menjadi 6 sampai 8 bulan," kata dia.
Di sisi lain, Menurut dia, hingga kini tren harga tanah di DIY mengalami kenaikan rata-rata 15-20 persen per tahun. Hal itu memberatkan pembangunan rumah bersubsidi, sebab meski harga tanah memengaruhi 50 persen harga jual rumah, hingga kini masih dibatasi pemerintah dengan harga penjualan maksimal Rp110 juta per unit.
"Namun kami telah mengusulkan kenaikan harga rumah sederhana kepada pemerintah menjadi Rp145 juta," kata dia.
Selain perizinan dan harga tanah, menurut Andi, pembangunan rumah bersubsidi juga terkendala daya beli masyarakat di tingkat pusat hingga daerah yang masih rendah.
Meski telah dibantu dengan Program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dicanangkan pemerintah, menurut Andi, belum dapat mengangkat daya beli masyarakat secara umum. Sebab, program KPR FLPP hanya dapat diakses masyarakat melalui perbankan.
"Artinya, masyarakat yang tersasar hanya yang dipandang 'bankable' untuk mengajukan kredit tersebut," kata dia. (Antara)
Berita Terkait
-
6 Perumahan Subsidi Murah di Depok, Harga Mulai 140 Jutaan
-
Kasus Kematian Janggal Arya Daru, Komisi III DPR Desak Polisi Buka Kembali Penyelidikan
-
Prabowo Bakal Hadiri Peluncuran 25 Ribu Rumah Subsidi di Bogor, Bunga KPR Tetap 5 Persen
-
7 Lokasi Perumahan di Bogor, Harga Mulai 150 Jutaan Cocok untuk Karyawan Gaji UMR
-
KPR Rumah Minimal Punya Gaji Berapa? Simak Gambarannya di Sini
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pengamat Bicara Nasib ASN Jika Kementerian BUMN Dibubarkan
-
Tak Hanya Sumber Listrik Hijau, Energi Panas Bumi Juga Bisa untuk Ketahanan Pangan
-
Jadi Harta Karun Energi RI, FUTR Kebut Proyek Panas Bumi di Baturaden
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
CORE Indonesia Lontarkan Kritik Pedas, Kebijakan Injeksi Rp200 T Purbaya Hanya Untungkan Orang Kaya
-
Cara Over Kredit Cicilan Rumah Bank BTN, Apa Saja Ketentuannya?
-
Kolaborasi dengan Pertamina, Pengamat: Solusi Negara Kendalikan Kuota BBM
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
Daftar Nama Menteri BUMN dari Masa ke Masa: Erick Thohir Geser Jadi Menpora
-
Stok BBM di SPBU Swasta Langka, Pakar: Jangan Tambah Kuota Impor, Rupiah Bisa Tertekan