Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meradang karena harga gas industri masih mahal atau tak kunjung turun. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai infrastruktur jaringan menjadi salah satu penyebabnya.
"Saya kira Indonesia masih belum memiliki jaringan pipa gas yang memadai dengan kebutuhan yang ada, sehingga hal tersebut membuat gas industri masih tinggi harganya," kata Fahmy, Rabu (8/1/2020) kemarin.
Wilayah Indonesia tergolong luas, dan gas industri tidak mungkin didistribusikan melalui transportasi darat, harus menggunakan pipa gas.
Sedangkan perusahaan yang berinvestasi dalam jaringan gas hanya milik BUMN, hal itu yang membuat jaringan pipa gas untuk industri masih terbatas.
Adapun Pertagas yang bersinergi dengan PGN yang memiliki pipa gas juga mengambil margin dari asetnya, hal itu juga menambah harga menjadi tinggi.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, gas Indonesia tergolong masih kompetitif, namun melihat pasokan sumber gas di Indonesia yang masih melimpah dibandingkan negara lain, seharusnya gas industri masih bisa ditekan lagi harganya.
Presiden Joko Widodo memberi waktu tiga bulan bagi kabinetnya untuk mengatasi persoalan tingginya harga gas industri guna mendorong daya saing produk Indonesia.
"Istilahnya mungkin apa yang menyebabkan harga gas menjadi mahal. Ini yang harus kami luruskan supaya reasonable dan bermanfaat untuk negara," kata Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terkait pemain gas yang disindir Presiden dalam rapat di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.
Presiden telah mengumpulkan menteri dan sejumlah institusi terkait migas untuk membahas upaya penyesuaian harga gas industri dalam rapat terbatas di Kantor Presiden.
Baca Juga: Jokowi Batal Ngomong Kasar ke Menteri Terkait Gas Mahal, Ini Kata Seskab
Presiden mengusulkan tiga upaya untuk menurunkan harga gas industri yakni penyesuaian jatah gas pemerintah 2,2 dolar AS per MMBTU agar harga gas lebih murah, lalu pemberlakuan Domestic Market Obligation (DMO) untuk gas yang diberikan kepada industri, serta opsi ketiga yakni membebaskan impor gas untuk industri.
Terkait hal itu, Arifin menjelaskan pihaknya akan memberi kepastian tentang upaya penurunan harga gas industri yakni pada awal kuartal 2020.
Sementara itu Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan institusinya akan mempertimbangkan opsi yang terbaik untuk menyesuaikan harga gas industri.
Menurut Dwi opsi pertama, yakni penyesuaian jatah gas pemerintah, dapat berdampak kepada penurunan pendapatan negara.
"Tentu harus ada kenaikan pajak di sektor lain," ungkap Dwi.
Sementara opsi impor gas untuk industri dapat berdampak kepada melonjaknya defisit neraca perdagangan dari sektor migas, tambah Dwi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Bukti Nyata Kekuatan Emas: Investasi Sejak Tahun 1987, dari Ratusan Ribu Jadi Puluhan Juta Rupiah
-
Kuota Impor, SPBU Swasta, dan Konsistensi Kebijakan
-
Pekerjaan M. Qodari Sebelum Jabat KSP, Hartanya Tembus Rp 260 Miliar
-
Kabar Gembira untuk UMKM! Pajak Final 0,5 Persen Diperpanjang Hingga 2029, Beban Usaha Makin Ringan!
-
Bos BI Senang Pemerintah Guyur Dana Rp 200 Triliun ke Bank, Likuiditas Luber
-
Penyaluran Kredit Meski Gacor Demi Pertumbuhan Ekonomi Konsisten di 5 Persen
-
Bos Danantara Bakal Guyur Lagi KUR Perumahan Hingga Rp 250 Triliun
-
Bukan Reshuffle Kabinet, Ini Pendorong IHSG Bisa Tembus Level 8.000
-
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Raih 63 Penghargaan di Ajang ENSIA 2025
-
Rosan Roeslani Disebut Bakal Jadi Menteri BUMN, Dilebur dengan Danantara?