Suara.com - Amerika Serikat nampaknya bakal mengalami pertumbuhan ekonomi yang merosot. Terlebih, Wall Street kembali gelisah tentang investasi Amerika setelah menerima peringatan signifikan utang negeri Paman Sam itu teruzs melonjak. Tentunya investor menarik uang dari saham AS dan bahkan aset safe haven tradisional seperti obligasi pemerintah, lalu menanamkannya ke emas dan saham asing.
Imbal hasil Treasury, yang diperdagangkan berlawanan arah dengan harga, melonjak. Dan harga emas spot naik di atas 3.000 dolar AS per troy ons untuk pertama kalinya dalam sejarah pada bulan Maret. Hal itu membuat beberapa investor gelisah hingga muncul tagar jual negara Amerika ke pasar saham agar bisa melunasi utang.
Apalagi, Moody’s memangkas peringkat kredit AS satu tingkat, mencerminkan kekhawatiran terhadap tingkat utang pemerintah yang menembus 36 triliun dolar AS atau sekitar Rp17.000 ribu triliun. Dilansir CNN International, para pedagang semakin khawatir bahwa kebijakan Trump dapat menimbulkan kerusakan serius pada ekonomi. Meskipun dia bersikeras bahwa saham jatuh karena masalah inflasi yang diwarisi dari mantan Presiden Joe Biden.
Pasar telah melonjak setelah pemilihan Trump pada bulan November dengan harapan bahwa pemotongan pajak dan deregulasi yang dijanjikannya akan memicu ledakan ekonomi lainnya. Namun, Trump pada bulan-bulan sebelum ia menjabat mulai mengancam tarif besar-besaran pada mitra dagang terbesar Amerika.
Dow, yang mendekati rekor tertingginya ketika Trump mulai memposting pesan di Truth Social tentang tarif pada tanggal 25 November, mencapai satu rekor tertinggi lagi seminggu kemudian dan kemudian jatuh. S&P 500 anjlok hampir 20% antara titik tertinggi sepanjang masa pada pertengahan Februari dan penghentian sementara tarif "Hari Pembebasan" Trump pada 9 April.
Kini, investor setidaknya punya satu hal lagi yang perlu dikhawatirkan yakni utang Amerika yang tak terkendali.Tapi,mereka mungkin harus kembali khawatir tentang perang dagang. Terlebih, investor aset Amerika mengalami pasang surut tahun ini. Kegembiraan awal atas kebijakan Presiden Donald Trump yang ramah bisnis dan pemotongan pajak membuat saham melonjak ke rekor tertinggi pada pertengahan Februari.
Namun, kegembiraan itu segera berubah menjadi ketakutan ekstrem atas kebijakan perdagangan Trump, yang membuat investor keluar dari aset Amerika dalam apa yang disebut pengamat pasar sebagai perdagangan "jual Amerika". Hal itu membuat obligasi dan dolar anjlok dan saham hampir mencapai pasar yang melemah pada bulan April.
Hingga pada pertengahan April, jeda dalam ketegangan perdagangan memperbarui kepercayaan pada investasi Amerika serta membuat saham dan obligasi melonjak lagi. Namun, kemudian terjadi penurunan peringkat utang pada hari Jumat.
Menteri Keuangan Scott Bessent berusaha meyakinkan para pelaku pasar bahwa penurunan peringkat kredit didasarkan pada informasi yang sudah ketinggalan zaman, menggemakan pernyataan dari mantan Menteri Keuangan Janet Yellen, yang mengatakan hal serupa ketika Fitch Ratings menurunkan peringkat utang Amerika pada tahun 2023.
Baca Juga: Cara Blokir KTP yang Tiba-tiba Terjebak Utang Pinjol Ilegal, Waspada Penipuan!
Bessent pada hari Minggu mengatakan kepada CNN bahwa dia tidak terlalu percaya pada penurunan peringkat Moody's. Ketika didesak oleh Jake Tapper dari CNN tentang apakah usulan pemotongan pajak satu RUU besar dan indah. Trump akan semakin memperburuk krisis utang Amerika dengan mengurangi pendapatan, Bessent mengatakan RUU tersebut akan menumbuhkan ekonomi Amerika untuk menurunkan rasio utang terhadap produk domestik bruto yang melonjak.
Rasio utang terhadap PDB Amerika adalah 92% pada kuartal kedua tahun 2011 ketika S&P menjadi lembaga pemeringkat kredit pertama yang menurunkan peringkat utang AS. Sekarang menjadi 123%, menurut Departemen Keuangan AS.Namun analis pasar mengatakan penurunan peringkat Moody dapat kembali mengguncang Wall Street.
Berita Terkait
-
OJK Minta Generasi Muda Jangan Awali Investasi Saham dari Utang
-
Aliran Modal Asing yang Hengkang dari Pasar Keuangan Indonesia Tembus Rp 9,76 Triliun
-
Bukan Sekadar Omon-Omon: Kiprah Menkeu Purbaya di Ekonomi Indonesia
-
Dituding Bahlil Salah Baca Data Subsidi LPG 3 Kg, Menkeu Purbaya: Mungkin Cara Lihatnya yang Beda
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Bukan Sekadar Bazaar, PNM Hadirkan Ruang Tumbuh dan Silaturahmi UMKM di PFL 2025
-
Perkuat Sport Tourism dan Ekonomi Lokal, BRI Dukung Indonesia Mendunia Melalui MotoGP Mandalika 2025
-
BRI Dorong UMKM Kuliner Padang Perkuat Branding dan Tembus Pasar Global Lewat Program Pengusaha Muda
-
Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Masih Stagnan, BSI Genjot Digitalisasi
-
Bank Mega Syariah Bidik Target Penjualan Wakaf Investasi Senilai Rp 15 Miliar
-
Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
-
Saham Bank Lapis Dua Kompak Rontok, Maybank Indonesia Ambles Paling Dalam
-
OJK Minta Generasi Muda Jangan Awali Investasi Saham dari Utang
-
Daftar Harga Emas Antam Hari Ini, Naik Apa Turun?
-
Aliran Modal Asing yang Hengkang dari Pasar Keuangan Indonesia Tembus Rp 9,76 Triliun