Suara.com - Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam Global Crypto Adoption Index 2025 yang dirilis Chainalysis pada 2 September 2025.
Jika tahun 2024 berhasil masuk tiga besar dunia, tahun ini Indonesia terlempar ke peringkat tujuh.
Dalam laporan terbarunya, Chainalysis menghapus sub-indeks "Retail DeFi value received ranking". Alasan mereka, meskipun DeFi menyumbang volume global, porsi aktivitas penggunanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan platform terpusat.
Chainalysis menggantikan sub-indeks itu dengan yang baru, yakni "Institutional centralized service value received ranking". Ini yang mengukur aktivitas institusional, yaitu transfer di atas US$1 juta dari entitas besar seperti hedge fund, kustodian, dan investor profesional.
"Jika tetap dijadikan kategori mandiri, menimbulkan penekanan yang tidak proporsional pada perilaku yang relatif niche. Dengan menghapusnya (Retail DeFi value received ranking-Red), indeks memberikan bobot yang lebih merata pada aktivitas tingkat pengguna di berbagai jenis layanan. Sehingga menghasilkan ukuran adopsi akar rumput yang lebih akurat dan representatif," tulis Chainalysis di laporan itu.
Dengan ini, indeks tak hanya memotret adopsi ritel, tapi juga arus institusional yang makin menunjukkan kripto sudah masuk arus utama.
Menurut pengamat kripto Vinsensius Sitepu, turunnya peringkat Indonesia dalam adopsi kripto di 2025 ini, pangkal masalahnya bukan karena adopsi di dalam negeri melemah, tapi karena Chainalysis mengubah metodologi pengukurannya.
"Sub-indeks DeFi retail value received yang selama ini jadi kekuatan Indonesia dihapus, lalu diganti dengan indikator transaksi institusional bernilai lebih dari satu juta dolar," kata Vinsensius kepada suara.com, Kamis 4 September 2025.
Vinsensius mengatakan, langkah ini terasa agak timpang. Chainalysis beralasan Decentralized Finance (DeFi) hanya dianggap "niche" dan tidak mewakili keterlibatan akar rumput.
Namun faktanya, di banyak negara berkembang termasuk Indonesia, DeFi justru pintu masuk utama jutaan pengguna ritel.
"Menyebutnya tidak relevan sama saja menutup mata terhadap pola adopsi kripto paling riil di lapangan," ujarnya.
Perubahan metodologi ini akhirnya menguntungkan negara dengan basis institusional besar, seperti Amerika Serikat yang punya ekosistem Exchange-Traded Fund (ETF) matang.
Sebaliknya, negara seperti Indonesia yang unggul di ritel dan DeFi jadi kelihatan kendor. Padahal dari sisi jumlah pengguna dan transaksi ritel, kita masih sangat kuat.
Dengan kata lain, kata Vinsensius, klaim bahwa indeks 2025 ini kini lebih "mewakili akar rumput" terasa kontradiktif.
"Justru menghapus DeFi membuat gambaran adopsi jadi berat sebelah, condong ke arah institusi besar dan pasar maju. Kalau tujuannya benar-benar ingin menggambarkan adopsi global secara seimbang, seharusnya bobot DeFi tidak dihapus, melainkan disesuaikan," ungkap Vinsensius.
Berita Terkait
-
Indodax Ungkap Fokus Utama Perkuat Industri Aset Kripto RI
-
Alasan Investor Crypto Indonesia Optimistis Meski Wall Street Bergejolak
-
Bitcoin Banyak Dipakai Pembayaran Global, Kalahkan Mastercard dan Visa
-
Harga COIN Naik: Saham Diborong Investor, Bakal Terus Menguat atau Amblas?
-
Harga Bitcoin Mulai Naik Lagi, Apa Pemicunya?
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
Menkeu Purbaya Ogah 'Ngemis' Investasi ke Pihak Asing
-
Beda Omzet dan Profit, Mana yang Lebih Penting? Wajib Diketahui Pebisnis Pemula
-
Ekonomi Indonesia Tertekan Imbas Bencana Dahsyat Sumatera-Aceh
-
Saham TECH Mau Right Issue, Dananya Mau Buat Apa?
-
Gegara Banyak Kasus, Banyak Masyarakat RI Ogah Miliki Asuransi
-
Pertamina Gunakan Jalur Udara Kirim BBM ke Wilayah Aceh yang Terisolir
-
Purbaya Blak-blakan Kondisi RI Era Jokowi: Ekonomi Susah, Swasta Enggak Dikasih Ruang
-
Aceh Terancam Gelap, ESDM Kebut Bangun 2 Tower Emergency Sediakan Akses Listrik
-
Tak Ada Korban Jiwa, Perusahaan Tambang Emas Ini Sudah Pelajari Risiko Sebelum Banjir Bandang
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya