Suara.com - Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengaku prihatin dengan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebutkan tidak ditemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus pembelian tanah untuk Rumah Sakit Sumber Waras.
"Menurut catatan kami , baru kali ini terjadi hasil temuan BPK yang menyebutkan telah terjadi enam penyimpangan yang merugikan keuangan negara dianggap sebagai tidak ada unsur perbuatan melawan hukum oleh KPK," kata Habiburokhman dalam pernyataan tertulis kepada Suara.com, hari ini.
Habiburokhman menambahkan dalam hukum pidana ada dua teori perbuatan melawan hukum, yakni perbuatan melawan hukum formil yang bersifat sempit dan perbuatan melawan hukum materiil yang bersifat ekstensif.
Dalam kasus Sumber Waras, kata dia, sudah terjadi perbuatan melawan hukum dalam arti sempit yaitu terdapat penyimpangan terkait dengan proses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah.
"Jadi untuk satu hal yang sama, ada dua istilah yang digunakan. Yang dimaksud KPK sebagai perbuatan melawan hukum sejatinya sama dengan yang dimaksud BPK sebagai penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara," kata Habiburokhman.
Hasil audit BPK soal pembelian tanah untuk Sumber Waras, kata Habiburokhman, adalah produk hukum institusi negara yang bersifat final.
Sepanjang tidak dibatalkan oleh BPK sendiri, kata dia, audit tersebut harus ditindaklanjuti secara hukum oleh KPK sebagai user. Wewenang BPK adalah wewenang konstitusional sebagaimana diatur Pasal 23E UUD 1945 yang diperjelas dengan Pasal 11 huruf C UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Kesimpulan adanya kerugian keuangan negara, kata Habiburokhman, senafas dengan terjadinya enam penyimpangan sehingga kalau KPK menyatakan tidak adanya perbuatan melawan hukum maka sama saja KPK mengabaikan konstitusi dan UU.
"Kami curiga jika pimpinan KPK sengaja mengabaikan hasil audit BPK tersebut karena merasa tidak akan tersentuh Komte Etik. Sebagaimana kita ketahui bahwa saat ini Komite Etik KPK tidak bisa dibentuk meski ada dugaan serius pelanggaran kode etik. Penyebabnya adalah saat ini terjadi kekosongan kursi Penasehat KPK. Padahal Komite Etik KPK dibentuk dari unsur pimpinan dan penasihat," katanya.
"Kondisi saat ini KPK jelas diambang kehancuran. Tanpa adanya komite etik bisa jadi pimpinan KPK kembali melakukan tindakan serupa di masa yang akan datang," Habiburokhman menambahkan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Mendagri: Pemerintah Mendengar, Memahami, dan Menindaklanjuti Kritik Soal Bencana