Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan kenaikan dana operasional bagi 10 partai politik peserta pemilu tahun 2014, dari Rp13 miliar menjadi Rp9,3 triliun. Biaya tersebut ditanggung bersama-sama oleh pemerintah dan partai sendiri.
"Pembagian beban 50 persen kepada partai dan (50 persen lagi) negara itu untuk mengganti konsep lama, yakni dari negara 0,1 persen, dan dari partai 99,9 persen," kata Direktur Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2016).
Dengan kata lain, APBN membantu Rp4,7 triliun dan partai mengadakan dana sendiri melalui iuran anggota sebesar Rp4,7 triliun.
KPK menilai pemerintah perlu menaikkan bantuan karena partai merupakan pilar demokrasi.
Menurut Pahala usulan tersebut bisa diimplementasikan melalui dua cara. Pertama, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Pada PP tersebut disebutkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp108 per suara, dan kini diusulkan direvisi menjadi Rp10.500 per suara.
"Mekanisme kedua adalah melalui revisi Undang-Undang Partai Politik, dan diusulkan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2017," kata Pahala.
Pahala mengatakan usulan kenaikan biaya untuk partai sudah melalui kajian KPK bersama 10 pimpinan partai.
Menurut KPK ada dua jenis pembiayaan partai.
"Pertama, biaya administrasi yang disebut sebagai fixed cost untuk penyelenggaraan partai," kata Pahala.
Menurut KPK anggaran untuk fixed cost tetap ada, meskipun partai tidak memiliki kegiatan. Untuk biaya administrasi, KPK mengusulkan 25 persen dari dana anggaran.
Kedua, biaya variabel, yang diamanatkan undang-undang kepada partai politik, yakni biaya pendidikan politik yang diusulkan 75 persen dari anggaran.
"Kita sampai di angka Rp9,3 triliun untuk 10 partai politik. Di pusat kita perkirakan Rp2,6 triliun, provinsi Rp2,5 triliun, dan di kabupaten Rp4,1 triliun. Totalnya Rp9,3 triliun," kata Pahala.
Berita Terkait
-
Di Balik Mundurnya Rahayu Saraswati, Mahfud MD Sebut Ada 'Badai Politik' Menerjang DPR
-
Desak Rombak UU Pemilu, Yusril Sebut Kualitas DPR Merosot Akibat Sistem Pemilu yang Transaksional
-
Mengapa Kita Perlu Sadar Politik dan Hak-Hak Dasar Warga Negara Sejak Dini?
-
Suara Rakyat yang Terpinggirkan: Ironi di Balik Kinerja DPR dan Partai Politik
-
Guru Besar Bongkar Akar Masalah Indonesia: Bukan DPR, Tapi Partai Politik
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Nekat Tabrak Maling Bersenpi usai Kepergok Beraksi, Hansip di Cakung Jaktim Ditembak
-
Ketua MPR Ahmad Muzani Prihatin Ledakan di SMAN 72: Desak Polisi Ungkap Motif
-
Kena OTT Bareng Adik, Ini Identitas 7 Orang yang Dicokok KPK Kasus Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
-
Tokoh NU Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Dosanya Lebih Banyak!
-
Pemerintah Dicap Tutup Mata atas Kediktatoran Soeharto, Rezim Nazi Hitler sampai Diungkit, Kenapa?
-
Banyak Siswa SMAN 72 Korban Bom Rakitan Alami Gangguan Pendengaran, 7 Dioperasi karena Luka Parah
-
OTT di Ponorogo, KPK Tangkap Bupati Sugiri Sancoko, Sekda, hingga Adiknya
-
Istana Buka Suara Soal Pro dan Kontra Usulan Soeharto Jadi Pahlawan
-
Tiba di KPK, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Bungkam Soal OTT Terkait Jual Beli Jabatan
-
Prabowo Siap Beri 1,4 Juta Hektare Hutan ke Masyarakat Adat, Menhut Raja Juli Ungkap Alasannya!