Ketua DPR Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11).
Surat berkop Yunadi & Associates datang ke kantor KPK jam 10.00 WIB tadi.
Surat tertanggal 14 November 2017. Isinya pemberitahuan tentang alasan Setya Novanto tak bisa memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, hari ini.
Ada tujuh poin informasi yang disampaikan dalam surat itu. Intinya, argumentasi hukum Novanto.
Pertama, Novanto telah menerima surat panggilan KPK tanggal 10 November 2017 untuk menghadap penyidik KPK.
Kedua, dalam surat panggilan menyebutkan memanggil: Setya Novanto, pekerjaan ketua DPR RI dan seterusnya.
Ketiga, bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pasal 20 A huruf 3 UUD 1945 yang bunyi pasal diuraikan dalam pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 menyangkut Hak Imunitas. Dan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan.
Keempat, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat 5 tentang Hak Imunitas Anggota DPR dan Pasal 245 ayat 1 dan Pasal 224 ayat 5 diuraikan.
Kelima, bahwa adanya permohonan judicial review tentang wewenang memanggil klien kami selaku Ketua DPR RI dan seterusnya.
Keenam, bahwa pernyataan ketua KPK tentang pansus angket dan seterusnya.
Ketujuh, bahwa adanya tugas negara pada Novanto untuk memimpin dan membuka sidang paripurna DPR pada hari ini.
"Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK terhadap permohonan judicial review yang kami ajukan tersebut," demikian isi surat tersebut.
Surat ditandatangani oleh Fredrich Yunadi -- kuasa hukum Novanto.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI, dan Novanto serta pertinggal.
Surat tertanggal 14 November 2017. Isinya pemberitahuan tentang alasan Setya Novanto tak bisa memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, hari ini.
Ada tujuh poin informasi yang disampaikan dalam surat itu. Intinya, argumentasi hukum Novanto.
Pertama, Novanto telah menerima surat panggilan KPK tanggal 10 November 2017 untuk menghadap penyidik KPK.
Kedua, dalam surat panggilan menyebutkan memanggil: Setya Novanto, pekerjaan ketua DPR RI dan seterusnya.
Ketiga, bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pasal 20 A huruf 3 UUD 1945 yang bunyi pasal diuraikan dalam pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 menyangkut Hak Imunitas. Dan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan.
Keempat, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat 5 tentang Hak Imunitas Anggota DPR dan Pasal 245 ayat 1 dan Pasal 224 ayat 5 diuraikan.
Kelima, bahwa adanya permohonan judicial review tentang wewenang memanggil klien kami selaku Ketua DPR RI dan seterusnya.
Keenam, bahwa pernyataan ketua KPK tentang pansus angket dan seterusnya.
Ketujuh, bahwa adanya tugas negara pada Novanto untuk memimpin dan membuka sidang paripurna DPR pada hari ini.
"Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK terhadap permohonan judicial review yang kami ajukan tersebut," demikian isi surat tersebut.
Surat ditandatangani oleh Fredrich Yunadi -- kuasa hukum Novanto.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI, dan Novanto serta pertinggal.
Komentar
Berita Terkait
-
Sindiran Pedas? Akademisi Sebut Jejak Sopir Sahroni, Noel, Setnov, Bahlil, hingga Haji Isam
-
Bukan di Bawah Bahlil, Golkar Siapkan Posisi 'Dewa' untuk Setya Novanto?
-
"Enaknya Jadi Setnov": Koruptor Rp 2,3 Triliun Bebas, Keadilan Jadi Lelucon?
-
Politisi NasDem Bela Remisi Setnov? 'Fine-Fine Saja' Lalu Singgung Amnesti Hasto dan Tom Lembong
-
Bebas dari Penjara, Kekayaan Setya Novanto Tembus Ratusan Miliar!
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- Jelajah Rasa! Ini Daftar Kota di Jawa Tengah yang Jadi Surganya Pecinta Kuliner
Pilihan
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
-
Rapor Dean James: Kunci Kemenangan Go Ahead di Derby Lawan PEC Zwolle
Terkini
-
Warga Ogah Beri Jalan ke Strobo Pejabat, Pengamat: Akibat Penyalahgunaan dan Rasa Ketidakadilan
-
Gara-gara Foto Bareng Siswi, Pelajar SMK Dikeroyok Senior hingga Rahang Patah
-
Istana 'Spill' Arti Sebenarnya IKN Ibu Kota Politik: Bukan Dipisah dari Ibu Kota Ekonomi!
-
Ada 400.000 Lowongan Kerja di Jerman, Wamen P2MI: Kendala Utama Bahasa
-
DPR Ragu Pindah ke IKN Tahun 2028? Puan: Tunggu Dulu, Belum Lihat Kajiannya
-
Aktivitas Gunung Semeru Meningkat, Erupsi Berulang Tercatat dalam Sepekan
-
Balita di Bengkulu Muntahkan Cacing, Cak Imin Minta Kemenkes Usut Tuntas Akar Masalah
-
Bungkam Usai Diperiksa KPK, Bupati Pati Atur Lelang dan Dapat Fee Proyek?
-
Viral Canda 'Rampok Uang Negara', Anggota DPRD Gorontalo Dipanggil KPK soal Harta Minus Rp 2 Juta
-
PKB 'Sentil Jokowi' Soal Prabowo-Gibran 2 Periode: Ojo Kesusu, Jangan Azan Dulu!