Suara.com - Wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) Partai Golkar Ace Hasan Syaidzily mengakui pasti ada kelebihan dan keuntungan atau kekurangan yang dimiliki dari proses sistem Pilkada langsung.
"Kita melihat bahwa ada dampak atau ekses yang disebabkan dari Pilkada langsung ini, misalnya transaksi uang sistim yang mendorong korupsi," jelasnya di kantor SMNC, Jalan Cisadane, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018).
Menurut Ace, dalam Pilkada langsung dapat pula menghasilkan kepemimpinan dengan cara yang lebih baik.
"Komunikasi dengan rakyat, kesejahteraan rakyat lebih terjaga. Nah, tinggal sekarang ini kita menghitung mana yang lebih menguntungkan kepentingan rakyat atau tidak," ujarnya.
Hal paling penting menurutnya adalah perbaikan regulasi yang ada. Misalnya, ketegasan terhadap proses transaksi di dalam proses tersebut.
"Yang saya maksud proses transaksi adalah orang melihat Pilkada itu berbiaya tinggi. Nah, kalau berbiaya tinggi, kita harus cari upaya untuk Pilkada tidak berbiaya tinggi. Salah satunya adalah harus dijaga sedimikian rupa agar politik uang jangan sampai jadi budaya," bebernya.
Dia menambahkan, diharapkan proses pendidikan politik di masyarakat harus dikedepankan pada aspek moneypolitik.
"Hal yang perlu saya sampaikan bahwa tujuan dari Pilkada itu kan mencari lebih baik. Pengalaman pascareformasi, menerapkan sistim Pilkada langsung ternyata banyak pemimpin daerah yang ternyata lebih baik," ujarnya.
Ia mencontohkan, seperti Presiden Jokowi saat ini. Menurut dia, Jokowi itu adalah hasil produk Pilkada langsung.
Baca Juga: Marak Politik Uang, Bamsoet Usul Pilkada Langsung Ditiadakan
"Kita tidak bisa menjamin dengan pilihan kepala daerah melalui DPRD, dapat menghilangkan korupsi. Jadi intinya menurut saya, tentu perbaiki pada pembiayayaan politik," jelasnya.
Ace melihat, DPRD bisa melahirkan kepemimpinan yang bebas dari korupsi, meskipun banyak yang menyangsikan kinerja DPR saat ini. Menurutnya, memperbaiki Pilkada langsung itu misalnya dengan mengurangi biaya politik yang tidak ada transaksi dan regulasi.
"Harus dipertegas lagi tidak ada transaksi politik. Negara juga harus membiayai, misalnya kampanye. Punya kaderisasi yang kuat mendukung partai dengan pendidikan politik yang kuat," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra