Suara.com - NATO mengusir tujuh diplomat Rusia sebagai tanggapan atas serangan terhadap mantan mata-mata Rusia di Inggris. Kepala organisasi keamanan internasional mengatakan bahwa ada "biaya dan konsekuensi" untuk perilakunya.
Dua puluh enam negara telah mengusir utusan Rusia dalam dua hari terakhir, sebagai bentuk solidaritas kepada Inggris. Mereka semua percaya bahwa Rusia berada di belakang serangan racun kepada bekas mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Salisbury, Inggris.
Berbicara di Brussels, kepala NATO Jens Stoltenberg, mengatakan dia akan menolak akreditasi yang tertunda untuk tiga staf Rusia, dan akan mengurangi ukuran misi Rusia dari 30 menjadi 20.
NATO melakukan langkah serupa pada tahun 2015, sebagai tanggapan atas aneksasi Rusia Crimea. Sebelum itu, ada 60 personel Rusia di markas Belgia-nya.
Sebelumnya, Rusia menuduh AS menekan negara lain untuk bergabung dengan pengusiran massal para diplomatnya. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menuduh Washington melakukan "pemerasan kolosal" dan mengatakan ada "beberapa negara merdeka" yang tersisa di Eropa modern.
"Ketika satu atau dua diplomat diusir dari negara ini lebih, sambil membisikkan permintaan maaf, kita tahu pasti bahwa ini adalah hasil dari tekanan kolosal, pemerasan kolosal, yang sayangnya adalah alat utama Washington kepada internasional," katanya.
Kementerian luar negeri Rusia mengungkapkan langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan Presiden Vladimir Putin.
Seperti diketahui, sebanyak 27 negara kini telah mengumumkan pengusiran lebih dari 140 diplomat Rusia. Moldova, Irlandia, Australia dan Belgia adalah negara-negara terbaru yang melakukan hal yang sama, setelah Inggris melakukan langkah pertama dengan mengusir 23 utusan awal bulan ini.
Belgia mengatakan, akan mengusir satu diplomat, setelah sebelumnya menjadi tuan rumah markas besar Uni Eropa dan NATO. Pengumumannya datang setelah Nato membuat pernyataannya.
Baca Juga: Duh! Australia Pertimbangkan Boikot Piala Dunia 2018 di Rusia
Sementara itu, negara-negara Uni Eropa tidak berniat mengusir diplomat termasuk Austria, Yunani dan Portugal, meskipun semua mendukung Inggris dan mengutuk dugaan aksi peracunan tersebut.
Kanselir Austria Sebastian Kurz memosting tweet bahwa ia mendukung Uni Eropa.
"Sebagai negara netral kami tidak akan mengusir diplomat, lebih memilih untuk bertindak sebagai pembangun jembatan antara Timur dan Barat,' tuturnya. [BBC]
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu