Suara.com - Nasib sejumlah petani yang memiliki lahan persawahan di Rorotan, Cakung, Jakarta Timur hingga kini terlunta-lunta karena ketidakjelasan ganti rugi. Dalam waktu dekat ini mereka bakal mengadukan persoalan ini ke Presiden Jokowi.
“Dulu, kami dijanjikan Pemprov DKI dapat ganti rugi Rp 2.500 permeter atas lahan tersebut. Namun sampai detik ini dana itu tidak pernah kami terima,” ungkap Sutiman Bin Ayub, perwakilan petani Cakung di Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dikisahkannya, lahan garapan para petani di wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.
Pada awal tahun 1980 Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki program inventarisir wilayah untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan waduk. Tanpakami ketahui sebelumnya, ternyata belakangan Pemprov DKI Jakarta malah menyerahkan ke pihak swasta (Jakarta Garden City - JGC) untuk dibangun danau.
"Padahal kami belum diberikan hak-haknya ganti rugi yang dijanjikan," ujarnya.
Sejak lahan itu dikuasai oleh proyek perumahan elit salah satu pengembang. Lahan yang seluas 60 hektar milik para petani atas nama Sutiman Bin Ayub dan kawan-kawan otomatis tidak bisa lagi dimanfaatkan.
Padahal lahan itu dulunya bisa membantu perekonomian masyarakat dengan ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.
"Jadi pembangunannya mengabaikan hak para pemilik lahan. Para petani ini hingga detik ini belum mendapatkan ganti rugi. Tetapi sudah dibangun danau dan perumahan," kata Marthen N SH MH kuasa hukum petani Cakung dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/5/2018).
Pada tahun 2015, Sekda Pemprov DKI, Saefullah sempat mengeluarkan surat himbauan kepada pengembang agar proyek pembangunan tersebut dihentikan. Namun hal itutidak terjadi, dihiraukan oleh pihak pengembang dan justru masih berjalan sampai sekarang.
Baca Juga: Dukung Stabilitas Pangan, BRI Lakukan "Serap Gabah Petani" di DIY
Akibatnya, Sutiman dan para petani Rorotan, sejak 2015 lalu jadi pengangguran. Mereka tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran dihalang-halangipengembang.
"Dulu setiap tahun 1 Ha sawah bisa menghasilkan 3-5 ton gabah, sekarang kita hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagar dan kami dilarang mendekat,” keluhnya.
Sebelumnya, setiap tahun Sutiman dan teman-temanya juga taat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Makanya dengan kejadian ini para petani ini pun bingung harus mengadu ke mana.
“Jelas kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan ini secara sepihak. Ganti rugi-nya tidak ada. Kami harus mengadu ke mana?” kata Sutiman.
Menurut Marthen, para petani juga kerap dihalang-halangi untuk memperjuangkan haknya. Padahal, selama kurang lebih dua tahun para petani tidak mempunyai penghasilan dan jadi pengangguran.
"Pengembang mengaku punya sertifikat. Tetapi sertifikat tersebut sudah di blokir BPN karena masih sengketa. Semestinya, pembangunan tersebut dihentikan dulu. Dan para petani diberikan haknya agar masalah ini tidak berlarut-larut," tegas Marthen.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
Gus Ipul Tegaskan Stiker Miskin Inisiatif Daerah, Tapi Masalahnya Ada 2 Juta Data Salah Sasaran
-
Mengapa Myanmar dan Kamboja Bukan Negara Tujuan Kerja yang Aman? Ini Penjelasan Pemerintah
-
Misteri Grup WA Terjawab: Kejagung Bantah Najelaa Terlibat Skandal Chromebook
-
DPD RI Gelar DPD Award Perdana, Apresiasi Pahlawan Lokal Penggerak Kemajuan Daerah
-
Program Learning for Life, Upaya Kemenpar Perkuat Pemberdayaan Masyarakat Pariwisata
-
Ada 4,8 Juta Kelahiran Setahun, Menkes Budi Dorong Perbanyak Fasilitas Kesehatan Berkualitas
-
Menkes Budi: Populasi Lansia di Jakarta Meningkat, Layanan Kesehatan Harus Beradaptasi
-
Berkas Lengkap! Aktivis Delpedro Cs akan Dilimpahkan ke Kejati DKI Rabu Besok
-
Sudah Vonis Final, Kenapa Eksekusi Harvey Moeis Molor? Kejagung Beri Jawaban
-
Sinergi Polri dan Akademi Kader Bangsa: Bangun Sekolah Unggul Menuju Indonesia Emas 2045