Suara.com - Di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di berbagai daerah diwarnai kerumunan warga. Mereka berbondong bondong ke pasar untuk belanja kebutuhan lebaran.
Namun sayangnya, pusat perbelanjaan yang menjual kebutuhan sekunder seperti pakaian juga ramai diserbu warga. Social distancing atau jaga jarak untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19 sudah tak dihiraukan.
Pertanyaannya, kenapa masih banyak warga yang nekat ke pusat perbelanjaan di tengah ancaman penularan virus corona?
Psikolog Bimo Wikantiyoso melihat fenomena itu dalam beberapa pendekatan pola prilaku masyarakat. Pertama, faktor psikis seseorang yang terpendam atau tertahan selama PSBB. Ia mengibaratkan seperti seorang pengendara yang terjebak kemacetan di jalan toll, selepas macet langsung melacu kecepatan kendaraannya.
"Jadi mereka sudah cukup lama di rumah dan nggak bisa ngapa-ngapain. Saat mereka punya uang yang agak lebih banyak, dapat THR, kemudian gajinya selama PSBB ada sisa lebih, sehingga mereka membelanjakan begitu ada kesempatan," kata Bimo kepada Suara.com, Jumat (22/5/2020).
Kondisi itu menunjukkan seolah-olah ada suatu arus massa yang begitu tinggi di pasar dan pusat perbelanjaan. Padahal, fenomena itu hanya suatu dorongan psikis seseorang yang lama terpendam di tengah pandemi, efek terlalu lama di rumah.
Kedua, pendekatan masalah penilian sosial yang dilatari tradisi di masyarakat. Terkadang seseorang melakukan sesuatu karena ingin dinilai baik di lingkungan sosialnya.
Seperti halnya situasi jelang lebaran ini, ketika lingkungan masyarakat sekitar mempersiapkan lebaran seperti biasa beli kue, beli baju, mengirim parsel, bingkisan dan sebagainya. Bila tak melakukan tradisi itu, mereka merasa bersalah.
"Jadi mau nggak mau ada suatu kewajiban harus memenuhi itu (belanja buat lebaran)," ujarnya.
Baca Juga: Jubir Covid-19 Bolehkan Warga Beli Baju Lebaran di Pasar Saat Pandemi
Padahal kewajiban warga negara di tengah situasi pandemi saat ini adalah menjaga jarak aman agar terhindar dari penularan wabah ketimbang tradisi membeli baju lebaran. Mayoritas masyarakat yang keluar rumah mempersepsikan PSBB sebagai kebijakan yang tak menguntungkan bagi dirinya.
"Kita berhadapan dengan sekelompok orang yang mematuhi aturan PSBB dan yang tidak patuh PSBB. Yang membedakan tergantung bagaimana orang mempersepsikan keuntungan bagi dirinya lebih besar yang mana," terangnya.
Ketiga, pendekatan kebiasaan prilaku masyarakat. Kebiasaan perilaku masyarakat itu susah untuk diubah. Menurutnya, mengenai kebiasaan masyarakat itu seperti belanja kebutuhan lebaran seperti beli baju seharusnya dikelola dengan baik oleh pemerintah. Namun pemerintah luput terkait hal itu.
"Kalau sudah bicara kebiasaan, kita akan sulit untuk mengubahnya. Misalnya anda biasa naik mobil manual, kemudian diganti ke metik itu perlu penyesuaian. Nah masa transisi antara lebaran yang tidak PSBB dan lebaran di saat PSBB itu gak ada yang mengelola," tuturnya.
"Jadi pengelolaan masa transisi kebiasaan masyarakat ini tidak disentuh sama sekali. Nggak ada mitigasinya sama sekali, itu yang luput dari pemerintah."
Berita Terkait
-
Jubir Covid-19 Bolehkan Warga Beli Baju Lebaran di Pasar Saat Pandemi
-
Kumpul di Tempat Gaul Tebet, Para ABG Siap-siap Kena Sanksi Nyapu Jalanan
-
Warga Bogor Serbu Pasar Anyar untuk Berbelanja Kebutuhan Lebaran
-
Ada Patroli, Kawasan Tebet Terpantau Sepi Hari Ini
-
Warga yang Masih Nekat Berkeruman di Kawasan Tebet Bakal Dikenai Sanksi
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
Terkini
-
Tragis! Balita Dibunuh Ayah Tiri, Dianiaya hingga Kejang-kejang usai Ditinggal Ibunya Ngecas HP
-
Transjakarta Tabrak Toko Akibat Sopir Kurang Konsentrasi, Satu Orang Luka-luka
-
SBY Bicara soal Demo 10 Hari Terakhir: Menyadarkan Kita Harus Jaga Dialog dan Kebersamaan
-
Kekayaan Bos Gudang Garam Terjun Bebas, Video Badai PHK Massal Viral!
-
Deodoran hingga Celana Dalam Delpedro Nyaris Disita Polisi, Lokataru: Upaya Cari-cari Kesalahan!
-
Geger Jaket Berisi Ratusan Butir Peluru di Sentani Jayapura, Siapa Pemiliknya?
-
Dikenal Licin, Buronan Asal Maroko Kasus Penculikan Anak Tertangkap usai Sembunyi di Jakarta
-
Prabowo Pertahankan Kapolri usai Ramai Desakan Mundur, Begini Kata Analis
-
Icang, Korban Congkel Mata di Bogor Meninggal Dunia
-
Gibran Dikritik Habis: Sibuk Bagi Sembako, Padahal Aksi Demonstrasi Memanas