Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pembentukan komponen cadangan pertahanan negara sebaiknya fokus melibatkan pegawai negara sipil.
Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, menilai PNS lebih tepat menjadi komcad pertahanan negara dan menerima pelatihan dasar kemiliteran, ketimbang warga umum.
"Jumlah PNS yang cukup besar dapat menjadi potensi untuk komponen cadangan, serta kontrol terhadap PNS pasca pelatihan juga lebih terukur ketimbang masyarakat secara umum," kata Fatia dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/1/2021).
Komcad Pertahanan Negara tersebut dibentuk Kementerian Pertahanan (Kemhan) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN).
Fatia mengatakan, UU PSDN itu tidak mengadopsi prinsip dan norma hak asasi manusia secara penuh.
Semisal pada Pasal 51 dan 56 UU PSDN yang mengatur pendaftaran komponen cadangan oleh warga negara bersifat sukarela.
Menurutnya, ketentuan itu berbeda bagi komponen cadangan selain manusia yakni sumber daya alam dan sumber daya buatan yang tidak mengenal prinsip kesukarelaan.
"Terlebih, aturan main penetapan SDA dan SDB sebagai Komcad juga tidak rigid, sehingga berpotensi melanggar HAM khususnya terkait hak atas properti (right to property)," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, prinsip kesukarelaan harus dipandang secara luas, tidak hanya sebatas pada pilihan-pilihan absolut dalam hal ini ketika warga negara mendaftar secara sukarela dan terikat selamanya tanpa ada peluang untuk mengubah pilihannya.
Baca Juga: Terburu-buru, Pembentukan Komponen Cadangan Kemhan Bisa Picu Masalah Baru
Prinsip itu juga memberikan peluang bagi warga negara yang sudah mendaftar secara sukarela, mengubah opsi mereka jika dilakukan mobilisasi berdasarkan kepercayaannya (conscientious objection).
Namun, yang ada dalam UU justru sebaliknya. UU tersebut justru mengancam dengan sanksi pidana terhadap anggota komponen cadangan untuk menolak panggilan mobilisasi meski itu dilakukan berdasarkan atas kepercayaan dan keyakinannya.
Tiadanya pasal yang mengatur pengecualian bagi mereka yang menolak penugasan militer, karena hal tersebut bertentangan dengan kepercayaannya merupakan pelanggaran Pasal 18 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang melindungi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.
"Hal ini telah ditekankan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB dalam Komentar Umum Nomor 22 dan pendapat-pendapat lainnya yang dibuat untuk menanggapi prosedur petisi maupun laporan penerapan Kovenan yang diserahkan oleh negara pihak. Sebagai negara pihak Kovenan tersebut, Indonesia wajib untuk memastikan adanya pasal yang mengatur pengecualian tersebut," jelasnya.
Berita Terkait
-
Terburu-buru, Pembentukan Komponen Cadangan Kemhan Bisa Picu Masalah Baru
-
Koalisi Reformasi Tolak Rencana Hidupkan Pam Swakarsa
-
Resmi! Presiden Keluarkan Kebijakan Warga Sipil Bisa Dapat Pangkat Militer
-
Jadi Wakil Rakyat, Iis Rosita Harusnya Curiga Asal-usul Duit Edhy Prabowo
-
Boyamin MAKI: Iis Rosita, Istri Edhy Prabowo Layak Jadi Tersangka KPK
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre