Suara.com - Pemerintah tengah mengimbau masyarakat untuk melakukan suntik vaksin sebab angka pasien COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Denda menolak vaksin pun semakin ditegakkan guna menekan angka persebaran virus Corona.
Pasalnya, masih banyak masyarakat yang menolak vaksinasi karena berbagai alasan. Mulai dari ketakutan dan kekhawatiran, hingga jenis vaksin. Oleh karena itu, pemerinta memberikan denda bagi masyarakat yang menolak vaksin sesuai peraturan pemerintah.
Berdasarkan laman worldometers, Negara Indonesia menduduki posisi kedua di Asia setelah India. Hal ini berdasarkan sumber update informasi terkini, positive rate PCR di Indonesia yang mencapai 51,62 persen sejak Juni 2021 dengan penambahan 20.574 kasus baru, pada Kamis (24/6/2021).
Kondisi ini tentu meresahkan masyarakat sebab vaksinasi belum dapat diberikan secara menyeluruh. Salah satu sebabnya adalah adanya penolakan dari masyarakat, sehingga pemerintah menetapkan denda menolak vaksin dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Covid-19.
Perpres yang diterbitkan pada 9 Februari 2021 tersebut mengganti peraturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 99 Tahun 2020. Dalam aturan terbaru, pemerintah mulai menetapkan denda menolak vaksin bagi penerima vaksinasi Covid-19.
Denda Menolak Vaksin
Lantas apa saja sanksi dan denda menolak vaksin? Dilansir dari laman setkab.go.id, berikut ini sanksi dan denda menolak vaksin bagi para penerima program vaksinasi.
Bagi penerima vaksin yang menolak divaksinasi akan mendapatkan sanksi administrasi berupa:
- Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
- Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah
- Denda
Penetapan sanksi dan denda tersebut tertuang dalam Pasal 13 A ayat 4 dan Pasal 13 B. Sanksi administratif dan denda ditentukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai kewenangannya. Meskipun denda menolak vaksin tak disebutkan secara jelas dalam Perpres Nomor 14 tahun 2021, pemerintah daerah setempat telah mengeluarkan ketetapan. Salah satunya yakni Pasal 20 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 yang berbunyi:
Baca Juga: Poster Kampanye Vaksin Halal Pemkot Tangerang Viral, Publik: Ku Kira Majalah Azab
Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Melansir dari laman jdih.jakarta.go.id, Perda tersebut juga memuat denda bagi orang yang menolak tes PCR, Rapid, maupun pasien Covid-19 yang meninggalkan isolasi, hingga pihak keluarga yang membawa jenazah Covid-19 tanpa izin dikenakan denda kisaran Rp 5-7,5 juta.
Namun, penetapan sanksi dan denda tiap wilayah berbeda-beda. Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo urung menetapkan denda dan lebih menekankan edukasi kepada masyarakat.
Tak hanya itu, menolak divaksinasi juga dapat terancam hukuman penjara karena dianggap menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej, orang yang menolak vaksin dikenakan hukuman penjara dan denda ratusan juta. Hal ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berbunyi:
"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),"
Sanksi tersebut dikecualikan bagi sasaran penerima vaksin yang tidak memenuhi kriteria sesuai indikasi program vaksinasi Covid-19 yang telah ditentukan.
Tag
Berita Terkait
-
Korupsi Wastafel, Anggota DPRK Aceh Besar jadi Tersangka usai Polisi Dapat 'Restu' Muzakir Manaf
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Setelah Kasus Gigitan Anjing Rabies, Tabanan Evakuasi Anjing Liar
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Pemerintah Sebut UU Pers Beri Jaminan Perlindungan Hukum Wartawan, Iwakum Sebut Ini
-
Menpar Widiyanti Targetkan Industri MICE Indonesia Susul Vietnam di Peringkat Global
-
Puji Kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi, BGN Puji Jateng Paling Siap Jalankan Program Gizi Nasional
-
Jokowi 'Dikepung' Politik? Rocky Gerung Bongkar Alasan di Balik Manuver Prabowo-Gibran 2029
-
'Mereka Ada Sebelum Negara Ini Ada,' Pembelaan Antropolg untuk 11 Warga Maba Sangaji di Persidangan
-
Terungkap! 'Orang Baik' yang Selamatkan PPP dari Perpecahan: Ini Peran Pentingnya
-
Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total
-
Kelurahan Kapuk Dipecah Jadi 3: Lurah Klaim Warga Menanti Sejak Lama, Semua RW dan RT Setuju
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan