Suara.com - Terdakwa utama pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yakni Ferdy Sambo resmi dijatuhi hukuman mati dalam sidang di PN Jakarta Selatan yang diketuai Wahyu Iman Santoso. Sosok hakim ini pun banyak dikulik media dan warga di media sosial.
Menyitat tayangan live YouTube KompasTV, pengamat hukum sekaligus pengacara, Jamin Ginting menilai, sikap hakim Wahyu Iman Santoso patut diapresiasi dan menjadi contoh proses peradilan di Indonesia.
Mulanya, Jamin berbicara terkait jelang sidang vonis Bharada E atau Richard Eliezer. Di mana Richard saat ini berstatus sebagai justice collaborator yang seharusnya bisa mendapatkan 'reward' hukuman karena sudah berani jujur mengungkap fakta atau kejadian sebenarnya.
Menurut Jamin, untuk menjadi seorang justice collaborator sulit, dikhususnya untuk pengungkapan kasus yang sulit. Harus melewati assesment yang sulit di LPSK dan jika sudah berstatus JC seharusnya bisa mendapatkan reward hukuman rendah.
"Sehingga kejahatan, kejahatan tidak ditutup-tutupi," ujar Jamin.
Selain itu Jamin memandang, peran masyarakat sangat penting di kasus pembunuhan Brigadir Yosua ini. Di mana masyarakat ikut mengawal supaya kasus ini sesuai jalurnya.
"Kalau sudah masyarakat peduli, peradilan tidak akan main-main lagi. Siapapun orang yang akan intervensi akan sulit," katanya.
"Saya kira indikasi (intervensi) itu sangat mungkin, apakah ke jaksa, pengadilan sangat dimungkinkan," ujarnya lagi.
Jamin lantas menyontohkan, pembacaan vonis mati Ferdy Sambo nonstop lima jam lebih oleh hakim Wahyu Iman Santoso. Ia menilai, hal itu menunjukkan bagaimana hakim tidak mau disela saat jam istirahat apapun karena menghindari kemungkinan intervensi.
Baca Juga: Benarkah Hukuman Mati Tunggu 10 Tahun? Kesempatan Ferdy Sambo Bisa Lolos
"Jadi dia (hakim) menyadari, kalau saya berhenti sebelum putusan dibacakan, untuk sela atau break istirahat nanti ancamannya banyak sekali," ujar Jamin.
"Itulah saya lihat pak Iman Wahyu dia tidak berhenti lima jam baca terus tidak istirahat, karena dia menyadari apabila dia istirahat, di tempat dia duduk atau di manapun akan banyak intervensi, untuk memutuskan lebih rendah, ini saya apresiasi, ini menjadi contoh bagi semua kasus-kasus, keadilan diutamakan," sambungnya.
Diketahui, dalam persidangan, hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Hukuman itu jauh lebih berat dibanding tuntutan jaksa yakni hukuman penjara seumur hidup.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa di PN Jakarta Selatan, Senin (13/02). Putusan tersebut disambut riuh hadirin di ruang sidang.
Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa membacakan hal-hal yang dianggap memberatkan Ferdy, antara lain: perbuatan dilakukan kepada ajudan sendiri, perbuatan mengakibatkan luka yang mendalam kepada keluarga Yosua, perbuatan telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Majelis hakim juga menilai perbuatan Ferdy tidak sepantasnya dilakukan sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri serta telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Selain itu menurut majelis hakim, Ferdy “berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya”.
Majelis hakim menilai tidak ada hal yang meringankan hukuman Ferdy.
Berita Terkait
-
Benarkah Hukuman Mati Tunggu 10 Tahun? Kesempatan Ferdy Sambo Bisa Lolos
-
Sederet Vonis Ultra Petita Sambogate: Akankah Bharada E Ikut Dapat Giliran?
-
Sidang Vonis Richard Eliezer Digelar Hari Ini, Akankah Vonisnya Lebih Berat Dibandung Tuntutan
-
Kejaksaan Agung Belum Tentukan Sikap Terkait Vonis Terdakwa Pembunuh Brigadir J
-
Sang Eksekutor Penembak Brigadir Yosua, Bharada E Jalani Sidang Vonis Hari Ini
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Seoharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
-
Bukan Cuma Joget! Kenalan dengan 3 Influencer yang Menginspirasi Aksi Nyata untuk Lingkungan
-
Heboh! Rekening Nasabah Bobol Rp70 Miliar di BCA, OJK dan SRO Turun Tangan, Perketat Aturan!
-
Emiten Sejahtera Bintang Abadi Textile Pailit, Sahamnya Dimiliki BUMN
Terkini
-
Jadi Menpora, Erick Thohir Wajib Mundur dari PSSI? Pakar: Sah, Asal Penuhi 1 Syarat Ini
-
Di Balik Papan 'Bensin Habis' Ada Kabar Getir Pegawai SPBU Swasta yang Takut Dirumahkan
-
2 Kasus Baru Keracunan Massal MBG Tak Masuk KLB, Publik Murka ke Pemerintah: Tunggu Mati Dulu?
-
Usut Korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK Periksa Kasi Pidsus Kejari Kolaka
-
Bantah Kesejahteraan Jadi Pemicu, TNI AD Duga Prajurit Kopassus Terlibat Penculikan Karena Ini
-
Rismon Bongkar Lagi Keganjilan Ijazah Jokowi, Foto Satu-satunya Berkacamata di Indonesia
-
Misteri Keracunan MBG di Garut: Ayam Woku atau Lalapan Mentah Biang Kerok? 194 Pelajar Terkapar
-
Hendrar Prihadi Dicopot dari LKPP, PDIP Terima Tak Ada Lagi Kader Partai di Pemerintahan Prabowo
-
Lahan Parkir Milik BUMD DKI Disegel karena Ilegal, Pramono Anung Kasih Dukungan: Memang Pantas
-
Paman di Jakarta Timur Tega Perkosa Keponakan Sendiri saat Ditinggal Orang Tua Berdagang