Suara.com - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengusulkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) turut menjadi skema wajib belajar 13 tahun dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Usulan tersebut disampaikan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto, kepada Komisi X DPR RI. Kemendikdasmen beranggapan kalau PAUD sudah harus menjadi jenjang sendiri.
“Secara khusus rekomendasi kami terkait dengan RUU Sisdiknas tentang PAUD. Jadi, PAUD perlu menjadi jenjang tersendiri,” kata Gogot dalam rapat bersama Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Gogot menambahkan, penyesuaian regulasi yang memungkinkan wajib belajar satu tahun prasekolah perlu menjadi bagian dalam pembahasan RUU Sisdiknas. Gogot juga menyoroti ketentuan soal wajib belajar 1 tahun prasekolah belum diatur dalam UU Sisdiknas 2003, padahal telah masuk dalam RPJP dan UU Nomor 59 Tahun 2024.
“Di rancangan perpres tentang peta jalan pendidikan, wajar 1 tahun pra-SD itu sudah masuk juga sebagai strategi kebijakan perluasan akses 1 tahun ke layanan PAUD berkualitas,” kata Gogot.
Adapun sekolah PAUD sendiri selama ini terdiri dari berbagai satuan, yakni kelompok bermain (KB), satuan PAUD sejenis (SPS), dan Taman Penitipan Anak (TPA). Padahal, setiap satuan tersebut bisa disatukan menjadi lembaga PAUD terpadu yang juga mencakup layanan taman kanak-kanak (TK).
Gogot beranggapan, apabila setiap satuan PAUD itu digabungkan akan membuat anak-anak yang sudah memulai pendidikan dari KB bisa langsung melanjutkan belajarnya ke TK. Langkah itu juga diyakini bisa membuat jumlah anak usia 5-6 tahun yang menjalankan pendidikan prasekolah berkualitas bisa jadi meningkat.
Diketahui bahwa revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sudah ditetapkan sebagai salah satu program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas DPR RI periode 2024-2029.
Akses PAUD Belum Merata
Baca Juga: Hanya Ganti Istilah, FSGI Sarankan Penjurusan di SMA Tidak Perlu Diterapkan Lagi
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyampaikan evaluasi terkait akses masyarakat terhadap layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang belum merata.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto menyampaikan evaluasi tersebut guna memberikan masukan terkait wacana pemberlakuan program wajib belajar 13 tahun sebagai bagian dari revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Hasil evaluasi pelaksanaan PAUD, diantaranya ialah aksesnya yang juga belum merata, terdapat 17.803 atau 21 persen desa yang belum memiliki satuan PAUD,” kata Gogot dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Tentang Sisdiknas bersama Komisi X DPR dipantau secara daring di Jakarta pada Selasa.
Ketidakmerataan akses masyarakat terhadap layanan PAUD, kata dia, salah satunya disebabkan karena kurangnya jumlah PAUD negeri dibandingkan swasta.
Ia menyebutkan rasio jumlah PAUD negeri secara nasional saat ini hanya 3 persen padahal rasio idealnya adalah 10 persen.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran PAUD menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sedikitnya jumlah PAUD negeri.
“Anggaran untuk PAUD hanya 0,69 persen dari total anggaran pendidikan atau 0,20 persen jika dibandingkan dengan total belanja negara,” imbuhnya.
Tak hanya itu, regulasi perizinan PAUD yang belum fleksibel dan terintegrasi, serta tata kelola kelembagaan yang belum optimal turut memperparah tidak meratanya akses masyarakat terhadap layanan PAUD.
Oleh karena itu, Gogot menilai RUU Sisdiknas perlu secara konkret menata pengelolaan PAUD, dengan mengatur sistem perizinan tunggal untuk multi layanan PAUD sehingga satu penyelenggara dapat menyediakan layanan TK, KB, dan Taman Penitipan Anak (TPA) dalam satu atap sekaligus meniadakan pembagian PAUD formal dan nonformal.
Ia pun menyampaikan RUU Sisdiknas perlu mendorong dan mengatur optimalisasi peran maupun komitmen pemerintah daerah dalam penganggaran dan perizinan satuan PAUD.
Berita Terkait
-
Hanya Ganti Istilah, FSGI Sarankan Penjurusan di SMA Tidak Perlu Diterapkan Lagi
-
Kurikulum Ganti Lagi? Serius Nih, Pendidikan Kita Uji Coba Terus?
-
Per Mei, Pemerintah akan Transfer Langsung Tunjangan Guru Honorer
-
Cak Imin Pastikan Guru yang Mengajar di Sekolah Rakyat Berstatus ASN
-
Rayakan International Womens Day, WEWAW Ajarkan Guru PAUD Membuat Materi Belajar dengan AI
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO