- Kebijakan negara yang memajaki penghasilan terakhir pekerja sebagai tindakan yang kurang peka terhadap kerentanan sosial.
- Negara dianggap menutup mata terhadap kondisi rakyat yang membutuhkan hasil jerih payah mereka setelah bekerja bertahun-tahun.
- Kini mereka mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ke MK.
Suara.com - Penerapan pajak terhadap uang pesangon dan dana pensiun menuai kritik tajam dari kalangan buruh.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Danamoners, Lyan Widiya, menilai kebijakan negara yang memajaki penghasilan terakhir pekerja sebagai tindakan yang kurang peka terhadap kerentanan sosial.
Dalam diskusinya di The Exist Talk, Lyan menyoroti bahwa uang pesangon bukanlah sekadar bonus, melainkan jaring pengaman bagi pekerja yang kehilangan pendapatan rutin bulanan.
"Kalau orang bilang ini adalah penghasilan terakhir kami, penghasilan terakhir kami di masa-masa senja itu kita bisa memanage sampai 5 tahun ke depanlah minimal," ujar Lyan di The Exist Talk pada Rabu (19/11/2025).
Ia menyayangkan sikap negara yang seolah menutup mata terhadap kondisi rakyat yang membutuhkan hasil jerih payah mereka setelah bekerja bertahun-tahun.
"Tetapi saat ini negara lagi-lagi membebankan atau tidak melihat, bahwa ada rakyat yang rentan atau dia membutuhkan uang, dari jeripayah mereka saat mereka bekerja selama bertahun-tahun. Nah, negara tidak melihat dari segi itu,” ucapnya.
Menurut Lyan, logika pemajakan pesangon terasa tidak adil karena selama masa produktif, pekerja sudah patuh membayar pajak penghasilan setiap bulannya.
"Kenapa pesangon itu seharusnya tidak dikasih pajak? Karena kita setiap bulan sudah membayar pajak dari penghasilan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, pekerja harus membayar pajak secara terpaksa karena langsung dipotong," paparnya.
Ia menegaskan bahwa rasa keadilan harus dikedepankan, mengingat uang pesangon adalah satu-satunya bekal pekerja menyambung hidup saat tak lagi memiliki gaji bulanan.
Baca Juga: Buruh Tolak Kenaikan Upah 3,5 Persen: Masak Naiknya Cuma Rp80 Ribu
"Berangkat dari situlah rasa keadilan bahwa pajak yang diterapkan oleh negara itu sebenarnya tidak berkeadilan, secara pendapatan terakhir seorang pekerja, yang nantinya sudah tidak dapat penghasilan kembali," pungkas Lyan.
Gugat Aturan Pajak Pesangon ke MK
Lebih lanjut, Lyan menegaskan bahwa pihaknya tengah mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, regulasi tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan bagi pekerja yang memasuki masa tidak produktif.
"Kenapa kami menggugat undang-undang terbaru Nomor 7 Tahun 2021? Karena menurut kami undang-undang tersebut itu tidak adil," tegas Lyan.
Ia menjelaskan bahwa gugatan ini didasari oleh tingginya rasio pajak yang dibebankan negara kepada pekerja atas dana pesangon, pensiun, dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
-
Profil Victor Hartono: Pewaris Djarum, Dicekal Negara Diduga Kasus Pajak
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
Terkini
-
Dissenting Opinion, Hakim Ketua Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
-
Komisi III 'Spill' Revisi UU Polri yang Bakal Dibahas: Akan Atur Perpanjangan Batas Usia Pensiun
-
Jadi Pondasi Ekonomi Daerah, Pemprov Jateng Beri Perhatian Penuh pada UMKM
-
Buntut Demo Agustus Ricuh, 21 Aktivis Didakwa Hina Presiden dan Lawan Aparat
-
Demi Yakinkan Pensiunan, KPK Rela Pinjam Uang Tunai Rp300 Miliar untuk Dipamerkan
-
Drama Pohon Tumbang Usai, MRT Jakarta Kembali Normal Jelang Jam Pulang Kantor
-
Divonis 4,5 Tahun Penjara, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi 'Mengadu' ke Prabowo: Mohon Perlindungan
-
Tidak Diumumkan Besok? Menaker Bocorkan Kenaikan Upah Minimum 2026 Tidak Satu Angka, Ini Alasannya
-
KPK Jelaskan Alasan Pamer Duit Rp300 Miliar yang Diserahkan ke PT Taspen
-
Dicekal ke Luar Negeri, Roy Suryo Cs Wajib Lapor Seminggu Sekali