Bisnis / Ekopol
Senin, 01 Desember 2025 | 18:40 WIB
Tembakau hasil panen petani di Temanggung, Jawa Tengah. [Dok. Serat.id]
Baca 10 detik
  • Regulasi baru turunan PP 28/2024 menekan industri tembakau, dikhawatirkan merusak ekonomi petani dan pelaku usaha.
  • Rencana plain packaging oleh Kemenkes dikritik karena dinilai melanggar HAKI dan kewenangan Kemenperin.
  • Pembatasan kadar TAR dan nikotin berpotensi menghilangkan pasar bagi petani tembakau yang memproduksi bahan baku tinggi.

Suara.com - Tekanan terhadap industri hasil tembakau disebut semakin berat seiring bergulirnya berbagai regulasi baru yang dinilai bisa memperburuk kondisi ekonomi, terutama bagi jutaan pekerja, petani, dan pelaku usaha yang menggantungkan nafkah pada sektor ini.

Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang merupakan turunan dari PP 28/2024, menjadi sorotan karena dianggap tidak memberikan kepastian arah dan justru berpotensi menambah beban.

Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Muhammad Misbakhun, menilai industri tembakau kini berjalan tanpa pegangan yang jelas. Ia bahkan menyebut sektor ini telah berubah menjadi industri tebak koin karena dihantam berbagai aturan yang sifatnya menekan.

Tembakau hasil panen petani di Temanggung, Jawa Tengah. [Dok. Serat.id]

Ia secara khusus mengkritik rencana penerapan kemasan rokok seragam (plain packaging) yang tengah disiapkan Kemenkes. Aturan tersebut dinilai tidak tepat karena menyangkut kewenangan kementerian lain.

"Kalau nanti kebijakan plain packaging diterapkan, saya bilang lawan saja, Pak. Itu sudah salah kamar. Regulasi kemasan seharusnya menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian, bukan Kemenkes," ujar Misbakhun di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Menurutnya, tidak ada industri di dunia yang dilarang menggunakan merek dagang. Karena itu, kebijakan yang menghapus identitas produk dinilai sebagai langkah ekstrem yang berpotensi melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan prinsip persaingan usaha sehat.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, turut menyoroti sejumlah turunan aturan baru dari PP 28/2024, termasuk rencana pembatasan kadar TAR dan nikotin.

Aturan tersebut, katanya, akan berdampak langsung kepada petani tembakau di berbagai daerah.

"Jika pemerintah membatasi kadar kandungan tertentu, maka hal ini akan berdampak besar pada petani tembakau, terutama mereka yang menghasilkan tembakau dengan kadar nikotin yang masih tinggi. Banyak petani akan kehilangan pasarnya," imbuh Henry.

Baca Juga: Pengusaha Warteg Khawatir Omzet Anjlok Gegara Kebijakan Ini

Ia juga mengingatkan agar regulasi kesehatan tidak hanya fokus pada larangan dan aturan teknis seperti font, warna, dan tata letak kemasan. Langkah tersebut, menurutnya, justru berpotensi membunuh industri pertembakauan.

"Terkait pack (dengan warna) seragam dan larangan berjualan, kami harap ini dihapus saja, karena hanya menyusahkan," katanya.

Dari sisi pemerintah, Dirjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Budi Setiawan, menegaskan bahwa kepastian hukum menjadi kunci agar sektor tembakau tetap bisa bertahan dan berdaya saing.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 400 aturan yang mengatur industri tembakau, jumlah yang dinilai terlalu membebani.

Ia menyebut Kemenperin siap mendukung langkah legislatif dalam menyusun regulasi baru, namun dengan catatan bahwa aturan tersebut harus memberi kepastian bagi pelaku usaha dan tidak meniru kebijakan negara lain secara mentah.

Isu-isu seperti plain packaging dan pembatasan kadar kandungan, menurutnya, harus dipertimbangkan secara matang karena Indonesia punya kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda, terutama mengingat besarnya ekosistem tenaga kerja di balik industri hasil tembakau.

Load More