- AGTI minta regulasi disederhanakan untuk tingkatkan daya saing tekstil nasional.
- Industri lokal butuh bahan baku impor karena spesifikasi global belum terpenuhi merata.
- Penguatan pasokan lokal dan kepastian aturan dinilai dapat menekan maraknya thrifting.
Suara.com - Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto, menegaskan bahwa penyederhanaan regulasi dan penguatan industri tekstil nasional menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing, hingga menekan maraknya thrifting di dalam negeri.
Hal tersebut disampaikan usai audiensi AGTI dengan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa serta jajaran Kementerian Keuangan di Gedung Juanda, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
Anne menyatakan bahwa secara kapasitas, Indonesia memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan tekstil nasional sekaligus menembus pasar global. Namun sejumlah tantangan struktural dan standar internasional masih menjadi kendala.
Anne menyebut pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk mendukung kelancaran importasi bahan baku yang dibutuhkan industri, terutama bagi sektor yang belum mampu dipenuhi pasar domestik. Ia menilai koordinasi lintas kementerian perlu diperkuat agar pasokan tidak terhambat aturan yang tumpang tindih.
“Kalau regulasinya disimplify, daya saing akan naik. Pemerintah punya kemauan untuk mendukung, tinggal penyelarasan kebijakannya,” katanya.
Menurut Anne, impor tetap diperlukan, khususnya untuk jenis bahan baku tertentu yang belum tersedia di dalam negeri atau belum memenuhi standar mutu global. Keterbatasan product development di beberapa pabrik lokal membuat sejumlah merek internasional masih mengandalkan bahan impor agar memenuhi spesifikasi teknis dan keberlanjutan.
“Product development kita masih kurang. Itu sebabnya beberapa brand internasional lebih memilih bahan impor,” ujarnya.
Anne menjelaskan bahwa kemampuan industri lokal sesungguhnya ada, namun tidak merata. Tantangan terbesar ada pada pemenuhan
Environmental, Social and Governance (ESG) yang mencakup standar lingkungan, sosial, hingga penggunaan energi ramah lingkungan. Banyak pabrik belum mampu memenuhi seluruh syarat tersebut.
“Kalau standar lingkungan, izin, upah minimum, sampai energi non-pool terpenuhi, produk lokal sebenarnya bisa diterima brand internasional,” paparnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Wanti-wanti Banjir Sumatra Ancam Pertumbuhan Ekonomi RI
Dalam praktiknya, bahan kain untuk memenuhi pesanan merek global masih banyak yang diimpor. Hal ini karena sebagian pabrik lokal belum mampu menciptakan kain dengan kualitas konsisten sesuai standar global, terutama untuk segmen performance fabric dan sustainable textile. “Kita bisa kompetitif, tapi produksinya belum cukup banyak dan belum cukup cepat," tegas Anne.
Anne menyebut bahwa kebutuhan untuk busana muslim dan kerudung sebagian besar sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Namun untuk jenis kain tertentu—misalnya yang membutuhkan teknologi finishing khusus atau handfeel tertentu—impor tetap diperlukan karena tidak semua pabrik lokal memiliki fasilitas produksi yang sesuai.
“Secara kapasitas bisa, tapi spesifikasi tertentu masih harus impor,” jelasnya.
Menurut Anne, ketersediaan bahan baku dan penguatan industri lokal akan membantu menurunkan ketergantungan masyarakat pada produk pakaian bekas impor (thrifting). Namun penurunan thrifting tidak hanya bergantung pada produksi dalam negeri, tetapi juga pada penegakan regulasi dan perubahan perilaku pasar.
“Kalau daya saing naik, supply lokal kuat, otomatis thrifting akan berkurang. Tapi tetap butuh kepastian regulasi,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Permentan 33/2025 Perketat Sertifikasi ISPO, Perlindungan Pekerja Jadi Ukuran Utama
-
Harga Bitcoin Mulai Naik Lagi, Apa Pemicunya?
-
Transisi Hijau dalam Konstruksi Jadi Kunci Reindustrialisasi Regeneratif
-
Harga Emas Pegadaian Turun Tiga Hari Beruntun
-
OJK: Industri Asuransi Dilarang Naikkan Tarif Premi Tanpa Izin Nasabah
-
Pemerintah Diminta Kompak Atasi Pertumbuhan Industri Otomotif yang Lesu
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Cara Transfer Saham di Stockbit dari Sekuritas Lain
-
Bangunan Tercemar Radioaktif, Bapeten Pertimbangkan Pindahkan Warga di Cikande Secara Permanen
-
BRI 130 Tahun: Menguatkan Inklusi Keuangan dari Desa ke Kota