Suara.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Senin (29/9/2014).
Uji materi tersebut diajukan oleh PDI Perjuangan yang diwakili oleh Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yaitu Sigit Widiarto, Junimart Girsang, Dwi Ria Latifa, dan Rahmani Yahya.
Aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR dalam UU MD3 dinilai telah merugikan hak konstitusional PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu Legislatif 2014 karena tidak otomatis menjadi Ketua DPR.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari lembaga Populi Center, Usep S Ahyar, mengatakan PDI Perjuangan dan partai koalisi pendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, harus belajar dari kekalahan tersebut.
"Harus memperbaiki komunikasi politik antara PDI Perjuangan dan partai yang lain," kata Usep kepada suara.com.
Usep menambahkan dalam dunia politik memang tidak mengenal istilah jalan buntu atau dengan kata lain, PDI Perjuangan tetap memiliki jalan untuk berjuang. Kendati demikian, kata Usep, partai politik ternyata tidak cukup hanya menang di tingkat lembaga eksekutif atau pemerintah.
Tanpa kekuatan yang memadai di lembaga legislatif atau DPR, kata Usep, kebijakan-kebijakan pemerintah bisa mendapat batu sandungan.
"Kalau hanya menang di eksekutif, nanti bisa diganggu Parlemen," kata Usep.
Usep mengatakan bila PDI Perjuangan dan koalisi gagal menjalin komunikasi politik dengan partai lain, kebijakan-kebijakan pro rakyat Jokowi-JK akan terus diganggu anggota DPR yang didominasi lawan politik.
"Misalnya progam pro rakyat yang harus mendapat persetujuan DPR, tapi selalu dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih, ini tentu akan mengganggu," katanya.
Terkait dengan konten UU MD3, bagi Usep tidak masalah. Perubahan sistem sekarang ini, kata dia, sesungguhnya hanya mengembalikan ke sistem sebelumnya, dimana pimpinan DPR dipilih oleh anggota DPR.
"Yang perlu dikritik adalah adanya aroma bagi-bagi kekuasaan di sana. Itu yang jadi problem. Bahkan, "balas dendam" politik (ke Jokowi) kental jadi isu hangat. Itu kan yang jadi bahaya dalam konteks berbangsa dan bernegara," kata Usep.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Soal Udang Kena Radiasi Disebut Masih Layak Dimakan, DPR 'Sentil' Zulhas: Siapa yang Bodoh?
-
Perkosa Wanita di Ruang Tamu, Ketua Pemuda di Aceh Ditahan dan Terancam Hukuman Cambuk!
-
Akui Agus Suparmanto Ketum, DPW PPP Jabar Tolak Mentah-mentah SK Mardiono: Tak Sesuai Muktamar
-
12 Tokoh Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem, Kejagung: Kami Berpegang Pada Alat Bukti Sah
-
Ada HUT ke-80 TNI dan Dihadiri Prabowo, Tugu Monas Ditutup Sementara untuk Wisatawan Besok
-
Pemprov Sumut Kolaborasi Menuju Zero ODOL 2027
-
Mardiono Yakin SK Kepengurusan PPP di Bawah Pimpinannya Tak Akan Digugat, Kubu Agus: Bisa kalau...
-
Masa Tunggu Haji Diusulkan Jadi 26,4 Tahun untuk Seluruh Wilayah Indonesia
-
Prabowo Bakal Hadiri HUT ke-80 TNI, Monas Ditutup untuk Wisatawan Minggu Besok
-
Tembus 187 Kasus, Kecelakaan Kereta di Daop 1 Jakarta Terbanyak Melibatkan Orang!