Suara.com - Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa memeras sejumlah anak buahnya hingga total sebesar Rp500 juta, dengan dalih untuk membiayai acara doa atau istigasah.
Hal itu terungkap dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Afni Carolina, saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (8/3/2017).
"Terdakwa Ratu Atut memaksa Djaja Buddy Suhardja memberikan Rp100 juta, Iing Suwargi Rp125 juta, Sutadi Rp125 juta, serta Hudaya Latuconsina sebesar Rp150 juta, sehingga seluruhnya berjumlah sebesar Rp500 juta," kata Afni.
Ratu Atut berani memeras anak buahnya itu lantaran memiliki kuasa untuk mengangkat maupun memberhentikan kepala-kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Atut Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017, selalu meminta komitmen kepada para pejabat untuk loyal kepadanya. Termasuk, ketiga anak buah yang diperasnya itu.
Djadja Buddy Suhardja diangkat Ratu Atut menjadi Kadis Kesehatan Banten sejak Februari 2016). Sementara Hudaya Latuconsina ditunjuk jadi Kadis Perindustrian dan Perdagangan Banten tahun 2008. Setelahnya, Hudaya juga dilantik menjadi Kadis Pendidikan Banten, tahun 2012.
Sedangkan Iing Suwargi dilantik jadi Kadis Sumber Daya Air dan Pemukiman (SDAP) Banten tahun 2011. Selain ketiga orang itu, Ratu Atut juga menunjuk Sutadi menjadi Kadis Bina Marga dan Tata Ruang tahun 2008.
"Pengangkatan para pejabat oleh terdakwa tersebut disertai dengan syarat harus loyal dan taat kepada perintah atau permintaan terdakwa dan apabila tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa maka yang bersangkutan akan diberhentikan dari jabatannya," tambah jaksa Afni.
Atut, kata Afni, beberapa kali bertemu dengan keempat pejabat Pemprov Banten itu di Hotel Crowne Plaza, dan mengajukan permintaan yang tak bisa dibantah mereka.
Baca Juga: Darmin Nasution Ungkap Alasan 5 Muka Lama Gagal di Tes OJK
Permintaan Atut adalah, meminta agar pengusulan anggaran kegiatan dan pelaksanaan proyek pekerjaan yang ada pada masing-masing dinas dikoordinasikan dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (Adik Atut).
Namun, dalam pertemuan selanjutnya, Atut menyampaikan kekecewaannya perihal loyalitas beberapa kadis yang tidak menyetorkan uang dari proyek yang dikoordinasikan dengan Wawan.
"Karena Djaja, Hudaya, Iing serta Sutadi mengetahui sebelumnya terdakwa telah memberhentikan beberapa pejabat struktural Pemprov Banten dari jabatannya dan mengancam akan dilaporkan kepada aparat penegak hukum, maka penyampaian terdakwa tersebut menimbulkan tekanan psikis dan ketakutan sehingga tidak ada pilihan lain bagi keempat orang itu selain memenuhi permintaan terdakwa tersebut," ungkap jaksa Afni.
Pada sekitar Oktober 2013, Atut dicekal keluar negeri terkait perkara di KPK sehingga ia pun panik dan mengumpulkan sejumlah pejabat struktural Pemprov Banten termasuk keempat orang tersebut dan meminta janji setia (bai'at) kepada mereka yang hadir.
"Selain itu terdakwa juga meminta dokumen-dokumen yang dianggap membahayakan agar diamankan sambil mengancam akan dilaporkan kepada penegak hukum sehingga tidak ada pilihan lain selain harus memenuhi permintaan terdakwa dimaksud," tambah jaksa.
Pada 7 Oktober 2013, Atut mengadakan Istigasah di Masjid Baitussolihin, Banten yang dipimpin ustaz Haryono. Namun, ustaz Haryono minta sejumlah dana.
Agar istigasah itu terlaksana, Atut memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Muhadi dan Asisten Daerah II Muhamad Husni Hasan memanggil Djaja, Iing, Hudaya serta Sutadi. Keempatnya diminta memberikan total Rp 500 juta guna keperluan istigasah.
Karena merasa tertekan dan takut diberhentikan oleh Atut, maka keempatnya memberikan uang total RP500 juta di rumah Atut dengan rincian Djaja sebesar Rp100 juta, Hudaya Rp150 juta, Iing Rp125 juta dan Sutadi Rp125 juta.
"Pada 10 Oktober 2013, setelah uang terkumpul, terdakwa memerintahkan Riza Martina dan Rendi Allanikika Pratiaksa menyerahkan uang sebesar Rp 495 juta kepada Ustaz Haryono di rumahnya di Bekasi, selanjutnya Haryono melakukan beberapa kali istigasah di Bekasi untuk terdakwa," tambah jaksa.
Terhadap perbuatan itu, Atut didakwa melanggar pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Hitung Mundur Dimulai? Analis Sebut Kapolri Diganti Usai Hari TNI, Ini Sinyalnya
-
DPRD 'Geruduk' Parkir Ilegal di Jaktim, Dua Lokasi Disegel Paksa, Potensi Pajak Miliaran Bocor
-
'Keterangan Anda Berubah!' Detik-detik Saksi PT Poison Ditegur Hakim di Sidang Sengketa Tambang
-
Saatnya 'Perbarui' Aturan Main, DPR Genjot Revisi Tiga UU Kunci Politik
-
Noel Dikabarkan Mau Jadi Justice Collaborator, KPK: Belum Kami Terima
-
Jejak Korupsi Noel Melebar, KPK Bidik Jaringan Perusahaan PJK3 yang Terlibat Kasus K3
-
Anggotanya Disebut Brutal Hingga Pakai Gas Air Mata Kedaluarsa Saat Tangani Demo, Apa Kata Kapolri?
-
Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
-
Dikabarkan Hilang Usai Demo Ricuh, Bima Permana Ditemukan di Malang, Polisi: Dia Jualan Barongsai
-
Berawal dari Rumah Gus Yaqut, KPK Temukan Jejak Aliran Dana 'Janggal' ke Wasekjen Ansor