Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, sepanjang Mei 2016 hingga April 2017 telah terjadi 72 kasus kekerasan yang dialami oleh para jurnalis yang menjalankan profesinya. Kasus kekerasan itu bahkan didominasi bentuk kekerasan fisik, yang mencapai 38 kasus.
Pengusiran dan/atau pelarangan liputan juga masih marak, dengan temuan sebanyak 14 kasus. Data yang dihimpun AJI Indonesia juga menunjukkan seriusnya persoalan kekerasan itu.
"Di antara 72 kasus itu, terdapat sembilan kasus kekerasan yang dengan sengaja dilakukan untuk merampas atau merusak data, foto, rekaman video yang diperoleh jurnalis di lapangan," kata Suwarjono, Ketua Umum AJI Indonesia dalam konfrensi pers di acara World Press Freedom Day di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rrabu (3/5/2017).
Selain itu, terdapat dua kasus pemidanaan atau kriminalisasi, termasuk kasus pelaporan situs berita tirto.id oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Perindo, Christophorus Taufik. Kasus itu ironis, mengingat DPP Perindo adalah partai dipimpin oleh Harry Tanoe, seorang taipan media, pemilik sejumlah stasiun televisi nasional, sejumlah radio, dan koran.
AJI Indonesia juga mencatat masih maraknya ancaman dan teror serius kepada jurnalis sebanyak tujuh kasus. Selain itu, terdapat dua kasus intimidasi secara lisan, termasuk di antaranya intimidasi lisan oleh seorang ketua DPRD.
AJI Indonesia menyoroti semakin seringnya warga negara biasa menjadi aktor dominan dalam kasus kekerasan.
"Dari 72 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang Mei 2016 hingga April 2017, sejumlah 21 kasus diantaranya dilakukan oleh warga," ujar dia.
Aktor pelaku lainnya termasuk kader partai politik/politisi/dan anggota parlemen (tujuh kasus), Satuan Polisi Pamong Praja dan aparatus pemerintah daerah lainnya (enam kasus), pejabat pemerintah pengambil kebijakan (empat kasus), bahkan profesi hukum seperti advokat (satu kasus), hakim (satu kasus) pun menjadi pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
Menahunnya Impunitas
AJI Indonesia menyatakan, munculnya para aktor baru pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan yang dilakukan oleh warga atau orang kebanyakan, adalah buah dari pembiaran berbagai kasus kekerasan di masa lalu. AJI Indonesia juga menyoroti, bagaimana Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat yang seharusnya menegakkan perlindungan hukum kepada jurnalis justru menjadi salah satu pelaku dominan (sembilan kasus). TNI selaku aparat militer juga menjadi salah satu aktor dominan pelaku kekerasan (tujuh kasus).
Baca Juga: Kampanye Jelang Hari Kebebasan Pers Sedunia
"Praktik impunitas terus berjalan dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan polisi atau tentara sebagai pelakunya," terang dia.
Penyerangan sejumlah prajurit TNI Angkatan Udara Lanud Soewondo, Medan, yang terjadi pada 15 Agustus 2016 adalah contoh bagaimana aparat hukum bekerja dengan lambat, cenderung memacetkan proses hukum, membuat para pelaku kekerasan itu bebas dari hukuman.
"Polisi juga terus menjalankan praktik impunitas dalam kasus kekerasan yang dilakukan aparat pemerintah," tutur dia.
Iman D Nugroho, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia menambahkan, kasus kekerasan Ghinan Salman (24), wartawan Radar Madura Biro Bangkalan yang dipukuli sejumlah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Bangkalan pada (20/92016) lalu adalah contoh begitu lambatnya proses hukum terhadap para aktor pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
"Praktik-praktik impunitas itulah yang membuat warga negara semakin abai bahwa jurnalis adalah profesi yang dilindungi. Abainya warga negara terhadap jaminan perlindungan hukum profesi jurnalis membuat munculnya aktor-aktor pelaku kekerasan yang baru, sebagaimana terlihat dari data kekerasan yang terjadi sepanjang Mei 2016 – 2017," kata dia.
Impunitas juga membuat sebaran kasus kekerasan terhadap jurnalis semakin meluas. DKI Jakarta menjadi salah satu lokasi dengan kasus kekerasan terbanyak (11 kasus), diikuti Provinsi Jawa Timur (delapan kasus) dan Provinsi Sumatera Utara (tujuh kasus).
Berita Terkait
-
Jusuf Kalla Jamin Kemerdekaan Pers di Papua Tetap Tegak
-
Jusuf Kalla Pastikan Pers Indonesia Tak Diintervensi Pemerintah
-
AJI Desak Polisi Pidanakan Pelaku Kekerasan Pada Jurnalis
-
AJI: Kini Kelompok Intoleran Ikut Lakukan Kekerasan Pada Jurnalis
-
Menkominfo Jamin Tak Ada Intervensi Pemerintah Pada Pers
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu