Suara.com - Setiap perubahan sosial adalah anak kandung dari tatanan masyarakat yang lama. Tak jarang, perubahan itu dilahirkan dalam kesakitan yang luar biasa, bahkan berdarah-darah. Namun, tak pula sedikit perubahan itu akhirnya akan “memakan” orang-orang yang melahirkannya. Itulah yang terjadi pada Amien Rais.
Amien Rais adalah pendiri sekaligus ketua umum pertama Partai Amanat Nasional (PAN), satu organisasi politik yang lahir ketika gelombang pasang reformasi menerpa Indonesia di akhir era 1990-an.
Amien sendiri kerap disebut sebagian orang sebagai tokoh penggerak reformasi. Bahkan, ada pula yang menyebutnya sebagai “bapak reformasi”.
Namun, kekinian, Amien tengah tersandung kasus dugaan menerima uang hasil korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Amien ikut menikmati uang hasil korupsi alkes tersebut. Kasus itu sendiri sudah membawa Menteri Kesehatan RI saat itu, Siti Fadilah Supari, sebagai tersangka. Ironis, KPK adalah lembaga antirasuah yang dibangun sebagai salah satu tujuan reformasi, yakni memberantas korupsi. Amien, ketika era awal reformasi, getol menyuarakan pemberantasan korupsi yang merajalela pada era Orba.
Kisah terseretnya Amien dalam kasus dugaan korupsi bermula ketika sidang terhadap Siti Fadilah digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/5/2017) malam.
Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang membacakan surat dakwaan, juga menyebut ada aliran dana hasil rasuah kepada Amien.
"Adanya aliran dana dari Mitra Medidua Suplier PT Indofarma Tbk dalam pengadaan alkes kepada PAN yaitu Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastiti (anak Siti Fadilah) maupun Yayasan Sutrisno Bachir Foundation sendiri," kata Iskandar, JPU KPK.
PT Indofarma Tbk adalah perusahaan yang ditunjuk langsung Siti Fadilah untuk memenuhi stok alkes dalam proyek tersebut. Setelah mendapat uang dari Kemenkes, perusahaan itu membayar sejumlah uang kepada penyuplai alkes, yakni PT MItra Medidua.
Baca Juga: Surat Kepsek SD di Bantul ke Wali Murid Ini Mengharukan
Setelahnya, pada 2 Mei 2006, PT Mitra Medidua mengirimkan uang ke rekening milik Yurida Adlanini, sekretaris Yayasan Sutrisno Bachir Foundation (SBF). Transfer pertama pada 2 Mei 2006 sebesar Rp741,5 juta. Pengiriman kedua terjadi pada 13 November pada tahun yang sama, sebesar Rp50 juta.
Ketua SBF, Nuki Syahrun, lantas memerintahkan Yurida untuk memindahbukukan sebagian dana tersebut kepada rekening dua pengurus PAN, yakni dirinya sendiri dan Tia Nastiti—putri Siti Fadilah.
Menurut JPU KPK, perintah pemindahbukuan tersebut sudah sesuai dengan arahan Siti Fadilah, yakni untuk membantu PAN.
"Rekening Yurida dipergunakan untuk menampung dana yang masuk, kemudian sengaja dicampur dengan dana pribadi. Itu dimaksudkan menyembunyikan asal-usul dan penggunanya. Buktinya, tidak ada laporang keuangan yang dibuat baik oleh Yurida maupun Nuki Syahrun atas transaksi keuangan itu," terang Iskandar.
Dalam rekening koran yang dibacakan JPU KPK, terdapat Rp600 juta yang ditransfer ke rekening pribadi Amien Rais.
Rp600 juta itu dikirim dalam 6 tahap sepanjang tahun 2007, yang masing-masing pengiriman sebesar Rp100 juta.
Transfer ke rekening Amien itu kali pertama dilakukan pada tanggal 15 Januari. Uniknya, tanggal itu dalam sejarah Indonesia merujuk pada bentrokan mahasiswa dengan tentara pada era Orde Baru (1974) untuk memprotes penanaman modal asing. Peristiwa itu sendiri, oleh Orba, diperkenalkan dengan akronim ”Malari” (malapetaka 15 Januari).
Pengiriman uang untuk kali kedua disebut terjadi pada 13 April 2007. Sementara yang kali ketiga terjadi pada 1 Mei, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional.
Sementara transfer kali ketiga pada 21 Mei, tanggal bersejarah yang tentunya tak bakal dilupakan Amien. Sebab, Soeharto—penguasa Orba—yang menjadi musuh politik Amien, menyatakan mengundurkan diri pada tanggal itu tahun 1998.
Transfer kali keempat terjadi pada 2 Agustus, dan terakhir Amien disebut KPK menerima dana rasuah itu tanggal 2 November.
Amien sendiri sudah membantah menerima uang tersebut. Bahkan, ia secara gagah mengatakan akan mendatangi gedung KPK untuk menjelaskan perkara itu dan balik melaporkan dua “pembesar” RI yang tak pernah diusut perihal dugaan korupsi.
“Ini saya sampaikan dulu untuk menghentikan spekulasi yang macam-macam itu. Yang jelas Amien Rais tidak pernah akan tidak jujur, takut apa lagi. Saya takut hanya pada yang di langit," katanya.
"Hari Senin (5/6), saya akan berkunjung ke KPK untuk menjelaskan duduk persoalannya sebelum saya melaksanakan umroh pada 8 juni nanti. Setelah di kantor KPK, mau tanya apa saja saya akan ladeni," kata Amien dalam konferensi pers di rumahnya, Taman Gandaria, Jakarta Selatan, Jumat (2/6) pekan lalu.
Namun, Senin pekan ini, Amien tak datang ke KPK. Ia diwakilkan oleh sang putra, Hanafi Rais. Setelahnya, opini banyak pihak terbelah dua mengenai kasus yang menyeret nama Amien.
Satu pihak menyebut KPK menerima ”orderan politik” untuk me-mention nama Amien dalam persidangan korupsi. Sebab, Amien dikenal sebagai pengkritik rezim Presiden Joko Widodo.
Amien juga dikenal getol ikut demonstrasi anti-Ahok, saat masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Ahok atua Basuki Tjahaja Purnama adalah calon petahana yang juga teman dekat Jokowi.
"Pasti ini orderan lah menurut saya," kata Ketua Umum PAN sekaligus Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, Senin (5/6).
Namun, KPK yang dituduh seperti itu justru tenang-tenang saja.
"KPK bekerja berdasarkan alat bukti. Kami jalan di jalur hukum dan proses hukum akan kita lihat di persidangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Kami sama sekali tidak berbicara dan tidak akan bergerak pada isu politiknya. Bahwa pihak-pihak lain melihat itu dari sisi politik, KPK tentu tidak bisa melarang. Namun KPK tentu sama sekali tidak akan masuk dalam isu politik dalam kasus ini, karena kasus masih berjalan dan kewenangan KPK adalah penegakan hukum," tandasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka