Suara.com - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyayangkan tindakan aparat yang mengintimidasi masyarakat adat Besipae saat melakukan upaya mengosongkan salah satu lahan di Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Padahal sehari sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengenakan pakaian adat asal Timor Tengah, NTT dalam upacara pengibaran Bendera Merah Putih di Istana Merdeka, Selasa (17/8/2020).
Terkait hal itu, Asfinawati merasa miris karena pakaian adat hanya dikenakan sebagai simbolis semata.
"Miris sekali ya. Seharusnya bukan simbolnya saja, tapi pemenuhan hak terutama kebiasaan tradisi mereka dilindungi," kata Asfinawati dihubungi Suara.com, Rabu (19/8/2020).
Asfinawati mengatakan, seharusnya Jokowi tidak hanya mengenakan pakaian adat dari beragam daerah semata. Melainkan juga harus bertindak membela hak-hak masyarakat adat dalam kenyataan di lapangan.
"Sebaiknya tindakan simbolis menjadi substantif. Diawali dengan pemenuhan hak-hak masyarakat seperti masyarakat adat di Amnuban Selatan ini," ujar Asfinawati.
Sebelumnya, hal senada diutarakan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Choirul Anam.
Dia menilai makna pakaian adat Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT yang dipakai Jokowi saat 17 Agustus kemarin itu baru sebatas simbolis atau belum betul-betul dijadikan penghormatan dan perlindungan kepada masyarakat adat.
Pasalnya, sehari setelah itu, berlangsung intimidasi terhadap masyarakat adat Besipae, Nusa Tenggara Timur, yang dilakukan aparat. Kejadian itu amat disayangkan Komnas HAM.
Baca Juga: Bantah Intimidasi Warga Adat Besipae, Pemprov NTT: Hanya Shock Therapy
"Penggunaan pakaian adat yang semestinya bermakna subtansi akan penghormatan dan perlindungan belum esensial dilakukan. Masih sebatas simbolisme. Sangat disayangkan kondisi kontradiksi ini. Di sisi lain dalam narasi kenegaraan ada nuansa perlindungan, penghormatan, namun secara faktual malah terjadi penggusuran, kekerasan," kata Anam kepada Suara.com, Rabu.
Diketahui, warga adat Besipae mendapat intimidasi ketika anggota Brimob Polri, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja melakukan upaya mengosongkan salah satu lahan di Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Intimidasi terjadi karena masyarakat adat Besipae menolak meninggalkan lahan yang telah mereka huni secara turun temurun.
Dalam upaya pengosongan lahan yang terjadi pada Selasa (18/8/2020), pagi, petugas sampai mengeluarkan tembakan peringatan dan hal itu membuat anak-anak dan ibu-ibu histeris.
"Iya benar (ada tembakan peringatan) sekitar pukul 10 WITA," kata advokat masyarakat adat Besipae, Ahmad Bumi, kepada Suara.com, Selasa malam.
Rumah-rumah darurat berbahan rumbia didirikan warga lagi karena bangunan permanen yang sebelumnya berdiri telah dihancurkan.
"Rumah yang dirusak adalah milik warga, dibangun sendiri, biaya sendiri. Setelah dirusak dan dibongkar warga tidak memiliki rumah tinggal dan hidup terlantar," ujar Ahmad.
"Tinggal di bawah pohon dan mendirikan rumah darurat. Tapi rumah darurat itu tadi pagi dibongkar lagi," Ahmad menambahkan.
Beberapa bulan sebelum kejadian, pada Mei 2020, sejumlah perempuan adat Besipae melakukan aksi telanjang dada untuk memprotes rencana pengosongan lahan yang akan dilakukan oleh pemerintah provinsi.
"Aksi “telanjang dada” pada bulan Mei 2020 oleh perempuan setempat sebagai simbol mempertahankan hak-hak adat mereka," kata Ahmad.
Selain mengintimidasi, dua masyarakat adat Besipae bernama Korenelius Numley (64) dan Anton Tanu (18) ditangkap dan proses penangkapannya dinilai tanpa surat dan alasan yang jelas.
"Kedua warga Besipae tersebut, diambil oleh enam anggota Brimbob, satu intel polisi dan Kepala UPTD Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur," kata Ahmad.
Berita Terkait
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
YLBHI Kritik Keras Penempatan TNI di Gedung DPR: Semakin Jauhkan Wakil Rakyat dengan Masyarakat!
-
Tangkap Delpedro Marhaen dkk, Asfinawati: Logika Sesat, Polisi Anggap Demo Perbuatan Terlarang!
-
YLBHI Desak Tim Independen Komnas HAM Dkk Usut Dugaan Pelanggaran HAM Berat pada Kerusuhan Agustus
-
YLBHI Ingatkan Prabowo: Calon Kapolri Baru Harus Jaga Independensi, Bukan Alat Politik atau Bisnis!
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
Terkini
-
Indonesia di Ambang Amarah: Belajar dari Ledakan di Nepal, Rocky Gerung dan Bivitri Beri Peringatan!
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri