Suara.com - Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengaku meminta untuk dibuatkan rencana aksi (action plan) terkait permasalahan hukumnya dan bersedia untuk membayar 1 juta dolar AS atas proposal tersebut.
"Sebelumnya saya meminta bahwa kalau saya sudah setuju biaya 'consultant fee' 1 juta dolar AS, saya ingin kerangka komplit," kata Djoko Tjandra dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/2/2021).
Djoko Tjandra menyampaikan permintaan tersebut ke jaksa Pinangki Sirna Malasari, advokat Anita Kolopaking dan rekan Pinangki bernama Andi Irfan Jaya.
"Secara lisan Andi dan Anita mengatakan minta 1 juta dolar AS kemudian baru pada 25 November 2019 saat malam malam ada permintaan 'Pak Djoko kita bersedia beri 'action plan' dengan rencana kerja konkrit itu yang mengatakan Pinangki," ungkap Djoko sebagaimana dilansir Antara.
Djoko Tjandra lalu menyepakati akan membayar 50 persen "fee" yaitu 500 ribu dolar AS.
"Saya perintahkan adik ipar saya, Herriyadi, untuk berikan 500 ribu dolar AS ke Andi Irfan tapi setelah itu saya tidak tahu lagi apakah Herryadi memberikan atau tidak dan Andi Irfan juga tidak pernah kontak saya," tambah Djoko.
Namun pada 29 November 2019 saat Djoko Tjandra membaca "action plan" tersebut ditambah untuk menandatangani akta "security deposit" yaitu surat surat kuasa menjual aset dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya bila Djoko Tjandra tidak memenuhi janji tidak masuk akal.
"Itu saya anggap sebagai suatu perjanjian selama hidup saya selalu pengusaha 55 tahun tidak pernah ada. Kedua, saya sudah mengajukan upaya hukum ke MK, MA tidak pernah terjadi dalam 24 jam atau tidak pernah MA membalas surat Kejaksaan untuk fatwa MA, saya merasa itu tidak lazim." ungkap Djoko.
Persoalan ketiga menurut Djoko Tjandra adalah ia ditagih "consultant fee" saat ia belum menerima jasa konsultasi.
Baca Juga: Boyamin MAKI Serahkan Profil King Maker Kasus Djoko Tjandra ke KPK
"Menurut saya tidak masuk akal sehingga poin 8 mereka minta saya baca 10 juta dolar AS. Saya baca 2x 'action plan', 2 hari kemudian saya katakan ke Anita 'Saya kira diskusi action plan itu buang waktu saya, action plan tidak bisa dikunyah, tidak ada logika'. Saya katakan saya tidak ingin berhubungan Andi Irfan, Pinangki, maupun Anda, urusan ini setop," jelas Djoko.
Djoko Tjandra pun mengaku tidak ada uang yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi baik di Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung.
"Kan bahaya ada menyebut-nyebut nama pejabat, saya anggap ini suatu modus yang tidak 'comfortable' sehingga saya putuskan tidak dilanjutkan tapi ketika saya memperoleh whatsap dari Andi Irfan, saya minta ke sekretaris tolong 'di-print out', jadi tulisan saya 'no' di printout tapi 'next day' putus," ungkap Djoko.
"Action plan" tersebut berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan "HA" selaku pejabat di MA. Biaya pelaksanaan "action plan" itu tertulis 100 juta dolar AS.
Djoko Tjandra pun mengaku Pinangki sempat meminta biaya 100 juta dolar AS.
"Saat 'tea time' 25 November ada tercetus dari Pinangki 'wah Pak Djoko bangun gedung ini berapa miliar?'. Saya katakan habis 5,5 miliar dolar AS. Dia katakan 'wah ini gedung kebanggaan Indonesia kalau dibangun di Indonesia. Lalu dia katakan 'Untuk Pak Djoko kalau pulang buang 100 juta dolar AS tidak apa-apa kan, jadi tidak spesifik saya tanggapi," ungkap Djoko Tjandra.
Gedung seharga 5,5 miliar dolar AS tersebut adalah hotel Ritz Cartlon Kuala Lumpur.
"Jadi tidak spesifik mereka minta 100 juta dolar AS, hanya mengatakan kalau saya pulang (ke Indonesia), buang 100 juta dolar AS tidak ada masalah," tambah Djoko.
Terkait perkara ini, Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Berita Terkait
-
Boyamin MAKI Serahkan Profil King Maker Kasus Djoko Tjandra ke KPK
-
Irjen Napoleon Klaim Jadi Korban Kriminalisasi, Polri: Semua Boleh Bicara
-
Bantah Terima Suap dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon: Tommy Ngarang Cerita
-
Irjen Napoleon: Saya Korban Kriminalisasi dan Malpraktik Penegak Hukum
-
Tak Terima Vonis Berat Hakim, Pinangki Ajukan Banding
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
KPK Beberkan Peran Rudy Tanoesoedibjo di Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Justru Bersikap Begini!
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!