Suara.com - Ketika suhu bumi terus memanas dan hutan-hutan tropis kehilangan napasnya, suara-suara mulai naik dari akar. Bukan dari meja-meja kekuasaan. Bukan dari para menteri, negosiator, atau diplomat.
Tapi dari orang-orang muda. Sebagian bahkan belum genap 25 tahun.
Mereka memilih melawan diam. Membawa cerita dari tanah kelahiran ke panggung tertinggi urusan iklim Konferensi Perubahan Iklim PBB, COP30, yang akan digelar di Belém, Brasil, pada November 2025.
Salah satunya adalah Iqbal Kaplele. Usianya 25 tahun.
Ia berasal dari Suku Sobey, Papua. Lahir dan tumbuh di wilayah adat Mamta, Iqbal menyaksikan kehijauan yang dulu menyelimuti tanahnya perlahan memudar.
“Kita harus berhenti berpura-pura Bumi baik-baik saja. Kami, orang muda, adalah yang paling terdampak krisis iklim, tapi justru paling jarang diajak bicara,” kata Iqbal, kini aktivis di Papua Trada Sampah.
Pernyataan Iqbal bukan sekadar ungkapan pribadi. Ia adalah cerminan keresahan jutaan orang muda dari Selatan global, yang akan mewarisi krisis paling parah, namun terus dikecualikan dari ruang-ruang pengambilan keputusan.
Di dunia yang makin panas, akses mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, informasi, dan bahkan ketenangan jiwa, ikut terganggu.
Ketika masa depan terasa makin tak pasti, keterlibatan dalam forum seperti COP30 bukan sekadar kehormatan, tapi hak yang mesti diperjuangkan.
Baca Juga: Merince Kogoya Tunjukkan Pakaian Adat Papua Pegunungan, Sindir Karmen Anastasya?
Bersama Vanessa Reba, 24 tahun, dari Gerakan Malamoi, Iqbal tergabung dalam 23 pemuda Indonesia yang menyusun Deklarasi Pemuda Global untuk Keadilan Iklim.
Sebuah inisiatif lintas negara yang diprakarsai oleh organisasi Kolombia, Life of Pachamama.
Deklarasi ini lahir dari suara lebih dari 600 anak muda dari berbagai belahan dunia. Disusun lewat 30 sesi pelatihan dan dialog lintas generasi. Mereka bicara soal partisipasi yang bermakna, hak atas informasi, keadilan iklim, dan perlindungan terhadap para pembela lingkungan.
Nanti, deklarasi ini akan dibacakan langsung di forum resmi COP30.
“Melalui deklarasi ini, saya berharap suara orang muda, terutama dari kelompok yang terpinggirkan secara geografis dan struktural, bisa benar-benar diakui dan diberi ruang dalam pengambilan keputusan global,” ujar Vanessa, yang berasal dari Suku Saireri.
“Ini tonggak penting dalam perjalanan saya sebagai advokat muda adat, yang ingin membawa perubahan dari akar.”
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Ada HUT ke-80 TNI dan Dihadiri Prabowo, Tugu Monas Ditutup Sementara untuk Wisatawan Besok
-
Pemprov Sumut Kolaborasi Menuju Zero ODOL 2027
-
Mardiono Yakin SK Kepengurusan PPP di Bawah Pimpinannya Tak Akan Digugat, Kubu Agus: Bisa kalau...
-
Masa Tunggu Haji Diusulkan Jadi 26,4 Tahun untuk Seluruh Wilayah Indonesia
-
Prabowo Bakal Hadiri HUT ke-80 TNI, Monas Ditutup untuk Wisatawan Minggu Besok
-
Tembus 187 Kasus, Kecelakaan Kereta di Daop 1 Jakarta Terbanyak Melibatkan Orang!
-
Gelagapan Baca UUD 45, Ekspresi Wakil Ketua DPRD Pasangkayu Disorot: Yang Dibaca Pancasila?
-
"Segel Tambang, Bukan Wisata Alam": Warga Puncak Sampaikan Protes ke Menteri LH
-
Pengurus PWI Pusat 2025-2030 Resmi Dikukuhkan, Meutya Hafid Titip Pesan Ini
-
Mardiono Terbuka Merangkul Kubu Agus Suparmanto: Belum Ada Komunikasi, Belum Lihat Utuh SK Kemenkum