News / Nasional
Kamis, 13 November 2025 | 16:21 WIB
DPR RI lewat Komisi III dan pemerintah kembali melanjutkan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (tangkap layar)
Baca 10 detik
  • Pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana.
  • RKUHAP atau RUU KUHAP mengatur kewajiban proses pemeriksaan tersangka direkam dengan kamera pengawas atau CCTV.
  • MA nantinya tidak lagi memiliki ruang untuk membuat aturan baru di luar ketentuan.

Suara.com - DPR RI lewat Komisi III dan pemerintah kembali melanjutkan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pembahasan sudah masuk pada tahap Rapat Kerja Panitia Kerja (Panja) RKUHAP dan mulai sepakati pasal demi pasal.

Rapat pembahasan RKUHAP ini dimulai pada Rabu (12/11) dan masih berlangsung hingga Kamis (13/11/2025) hari ini.

Sejumlah pasal dalam RKUHAP ini mulai disepakati, Suara.com coba mengulas beberapa pasal yang penting.

Pertama, Komisi III DPR RI dan Pemerintah menyepakati ketentuan baru di RUU KUHAP yang menegaskan pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dikenai tindakan rehabilitasi atau perawatan.

Ketentuan itu dibacakan oleh perwakilan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi RUU KUHAP David dalam rapat panitia kerja Komisi III dan pemerintah Gedung DPR RI, Rabu (12/11/2025).

Dalam draf RUU KUHAP yang dibacakan David, usulan itu dituangkan dalam Pasal 137A. Ayat (1) berbunyi, “Terhadap pelaku tindak pidana yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pengadilan dapat menetapkan tindakan berupa rehabilitasi atau perawatan.”

Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa tindakan tersebut ditetapkan dengan penetapan hakim dalam sidang terbuka untuk umum.

Ayat (3) menegaskan bahwa penetapan tindakan itu bukan merupakan putusan pemidanaan, sedangkan ayat (4) menyebutkan tata cara pelaksanaan tindakan tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah.

“Ini mengakomodir agar penyandang disabilitas mental mendapat rehabilitasi, bukan pemidanaan. Termasuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam KUHAP,” kata David.

Baca Juga: Sebut Wajar MBG Ada Masalahnya, Habiburokhman: Saya Belum Pernah Menemui Orang yang Menolak

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, bahwa pemerintah sependapat dengan usulan tersebut.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. [Suara.com/Bagaskara]

Menurutnya, ketentuan itu sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban pidana yang sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

“Mohon maaf, Pak Ketua. Jadi, dalam KUHP itu Pasal 38 dan 39 tentang pertanggungjawaban pidana memang menyebutkan bahwa bagi penyandang disabilitas mental, mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab,” ujar Edward.

“Sehingga memang putusannya bukan pemidanaan, tetapi bisa merupakan suatu tindakan yang di dalamnya adalah rehabilitasi. Koalisi disabilitas juga sudah menemui kami, dan kami setuju dengan usulan dari LBH Apik ini,” lanjutnya.

Usulan tersebut juga langsung mendapat dukungan dari para anggota Komisi III DPR.

Kedua, Komisi III DPR RI dan pemerintah bersepakat RKUHAP atau RUU KUHAP mengatur kewajiban proses pemeriksaan tersangka direkam dengan kamera pengawas atau CCTV.

Load More