Suara.com - Korea Utara menembakkan dua proyektil yang dicurigai sebagai rudal balistik ke dekat laut Jepang pada Kamis (25/03), meningkatkan ketegangan menjelang Olimpiade Tokyo dan menekan pemerintahan baru Biden di Washington.
Kepala Staf Gabungan Korsel mengatakan bahwa ''dua proyektil tak dikenal'' itu diluncurkan oleh Korea Utara (Korut) pada Kamis (25/03) ke Laut Jepang, yang dikenal sebagai Laut Timur di Korea, dari provinsi Hamgyong Selatan.
Korut dengan kekuatan senjata nuklirnya, memiliki sejarah panjang dalam menggunakan uji senjata sebagai provokasi.
Korut memang dianggap sedang menunggu waktu, setelah kacaunya hubungan antara pemimpin Kim Jong Un dan mantan presiden AS Donald Trump.
Militer Korsel mengatakan telah "memperkuat postur pengawasannya dan berkoordinasi erat dengan AS".
Gedung Biru kepresidenan Korsel mengatakan akan mengadakan pertemuan dewan keamanan nasional.
''Mengancam perdamaian dan keamanan''
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga juga memberikan komentar terkait penembakan dua rudal balistik ini.
"Sudah setahun sejak terakhir mereka meluncurkan rudal," kata Suga kepada wartawan.
Baca Juga: Janji PM Jepang: Olimpiade Tokyo Berjalan Aman di Tengah Pandemi
"Ini mengancam perdamaian dan keamanan negara kita dan kawasan. Ini juga merupakan pelanggaran resolusi PBB,‘‘ tambahnya.
Pemerintah Jepang mengatakan rudal tersebut meluncur sekitar 450 km dan mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.
Jepang akan menjadi tuan rumah Olimpiade yang sebelumnya tertunda akibat pandemi dalam waktu kurang dari empat bulan lagi.
Suga mengatakan dia akan memastikan Olimpiade berjalan aman dan terjamin.
Dia juga akan "membahas secara menyeluruh" masalah Korea Utara, termasuk terkait peluncuran rudal ini dengan Biden selama kunjungannya ke AS bulan depan.
Pejabat AS mengonfirmasi Korut melakukan peluncuran rudal balistik, tanpa memberikan rincian tentang jumlah atau jenis proyektil tersebut.
Korut dilarang mengembangkan rudal balistik di bawah resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Korut juga sedang dikenakan sanksi internasional atas program senjatanya.
Korut anggap AS memainkan "teori gila"
Akhir pekan lalu, Korut menembakkan dua rudal non-balistik jarak pendek ke arah barat menuju Cina.
Pejabat AS menganggap penembakan itu bukan sebagai pelanggaran resolusi PBB. Biden mengatakan kepada wartawan: "Menurut Departemen Pertahanan, ini bisnis seperti biasa."
Selama perjalanan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin ke Seoul dan Tokyo, Blinken berulang kali menekankan pentingnya denuklirisasi Korut.
Hal itu membuat wakil menteri luar negeri pertama Korea Utara Choe Son Hui menuduh AS melakukan "teori gila tentang ancaman dari Korea Utara dan retorika tak berdasar tentang denuklirisasi utuh".
AS sedang meninjau bentuk pendekatan yang tepat ke Korut, setelah relasi yang kacau antara Trump dan Kim.
Hubungan keduanya berubah dari yang awalnya saling menghina dan mengancam perang, menjadi mengadakan beberapa pertemuan diplomatik.
Meskipun kenyataannya tidak ada kemajuan substantif menuju denuklirisasi. Trump mengadakan dua pertemuan tingkat tinggi yang menarik perhatian dengan Kim, di Singapura dan Vietnam.
AS menarik kembali beberapa kegiatan pelatihan bersama dengan militer Korea Selatan, sementara Korea Utara membekukan uji coba rudal balistik antarbenua.
Tetapi pertemuan pada Februari 2019 di Hanoi dibatalkan, dan berakhir tanpa kesepakatan mengenai upaya denuklirisasi Korut.
Komunikasi kemudian terhenti, meskipun ada pertemuan ketiga di Zona Demiliterisasi, zona yang membagi semenanjung Korea.
Pemerintahan Biden yang baru berusia dua bulan berharap dapat memulai kembali perundingan tentang persenjataan nuklir Korut.
Namun, pejabat AS mengatakan belum ada respons dari Korut. Para pejabat AS sekarang sedang menyelesaikan strategi untuk memulai kembali pembicaraan yang akan dibahas Gedung Putih dengan pejabat keamanan Jepang dan Korea Selatan pada minggu depan. pkp/gtp (AFP/Reuters)
Berita Terkait
-
Viral Jejak Kim Jong Un Dihapus Usai Bertemu Putin di China, Bawa Toilet ke Luar Negeri!
-
Korea Utara Ubah Strategi Militer: Jumlah Nuklir Ditingkatkan
-
CEK FAKTA: Disangka Anti-Zionis Garis Keras, Ini Sikap Sebenarnya Korut
-
CEK FAKTA: Korea Utara Eksekusi Pendukung Zionisme, Benarkah?
-
Update Ranking FIFA: Timnas Indonesia Ternyata Lewati Negara Penuh Kontroversi Ini
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal
-
Bukan Cuma Wacana, Ini Target Rinci Pemindahan ASN ke IKN yang Diteken Presiden Prabowo
-
Polandia Jadi Negara Eropa Kedua yang Kerja Sama dengan Indonesia Berantas Kejahatan Lintas Negara
-
Gerakan 'Setop Tot tot Wuk wuk' Sampai ke Istana, Mensesneg: Semau-maunya Itu