-
Rupiah melemah tipis ke Rp16.573 per Dolar AS pada penutupan 8 Oktober 2025.
-
Pelemahan Rupiah sejalan dengan tren pelemahan mata uang Asia lainnya, kecuali Peso Filipina dan Baht Thailand yang menguat.
-
Penguatan Dolar AS didorong oleh pernyataan hawkish pejabat The Fed, menekan peluang penurunan suku bunga dan melemahkan Rupiah
Suara.com - Nilai tukar Rupiah masih belum menunjukkan penguatan pada penutupan hari ini Rabu (8/10/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 15.00 WIB, mata uang Rupiah ditutup level Rp 16.573 per Dolar Amerika Serikat.
Adapun, Rupiah melemah 0,07 persen atau turun 12 poin dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di posisi Rp 16.561 per Dolar AS.
Sedangkan, berdasarkan Jisdor Bank Indonesia, Rupiah melemah ditutup secara harian ke Rp 16.606 per dolar AS.
Hal itu juga terjadi pada pergerakan mata uang di Asia cenderung melemah.
Di mana, Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah anjlok 0,74 persen.
Selanjutnya, ada Yen Jepang yang terkoreksi 0,44 persen dan Dolar Taiwan yang ditutup ambles 0,24 persen. Disusul, Dolar Singapura tertekan 0,17 persen.
Ringgit Malaysia tergelincir 0,11 persen dan Dolar Hongkong turun 0,006 persen. Lalu Rupee India yang melemah 0,001 persen.
Selain itu, Peso Filipina menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah ditutup melesat 0,29 persen.
Baca Juga: Rupiah Masih Meriang Lawan Dolar Amerika, Sentuh Level Rp 16.617
Diikuti, Baht Thailand yang menguat 0,12 persen terhadap dolar Amerika.
Sebagai informasi, penutupan Rupiah pada perdagangan hari ini melemah dikarenakan indeks Dolar AS yang sedang melanjutkan penguatan.
Hal ini terjadi setelah pernyataan hawkish dari sejumlah pejabat The Federal Reserve (The Fed).
Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid menegaskan bahwa bank sentral masih perlu terus menekan inflasi yang dinilai masih terlalu tinggi.
Sementara itu, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan bahwa pemangkasan suku bunga yang terlalu agresif justru berisiko memicu kembali tekanan inflasi di Amerika Serikat.
Nada hawkish ini membuat pelaku pasar menilai peluang penurunan suku bunga lanjutan di akhir tahun menjadi lebih kecil, sehingga mendorong penguatan Dolar AS yang dapat berimbas pada pelemahan Rupiah.
Berita Terkait
-
Rupiah Mulai Menguat, Sesuai Prediksi Menkeu Purbaya
-
Sepekan Kemarin Asing Bawa Kabur Dananya Rp 2,71 Triliun dari RI, Gara-Gara Ketidakpastian Global
-
Menkeu Purbaya Yakin Rupiah Menguat Selasa Depan
-
Menkeu Purbaya Bantah Perintah Himbara Naikkan Bunga Deposito Valas
-
Bunga Deposito Valas Bank Himbara Naik dan Lemahkan Rupiah, Kemenkeu Buka Suara
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Waketum PSI Dapat Tugas dari Jokowi Usai Laporkan Penyelewengan Dana PIP
-
Ole Romeny Diragukan, Siapa Penyerang Timnas Indonesia vs Arab Saudi?
-
Wasapada! Trio Mematikan Arab Saudi Siap Uji Ketangguhan Timnas Indonesia
-
Panjatkan Doa Khusus Menghadap Kabah, Gus Miftah Berharap Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia
-
Profil PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP): Emiten Resmi Dicaplok ASII
Terkini
-
Situs Program Magang Nasional Eror, Airlangga Buka Suara
-
"Tring!" Resmi Diluncurkan, Super Apps Pegadaian untuk Ekosistem Emas dan Keuangan Digital
-
Profil Bimo Wijayanto, Dirjen Pajak yang Pecat Puluhan Pegawai Nakal
-
Prabowo Tunjuk Dony Oskaria Jadi Kepala BP BUMN
-
Daftar Emiten Saham yang Fokus pada Bisnis Pengelolaan Sampah
-
Pemerintah Sedang Negosiasi Restrukturisasi Utang Kereta Cepat dengan China
-
Menteri Airlangga Dorong Pesantren Menabung Emas di Bullion Bank
-
Gubernur BI : Ekonomi Syariah Indonesia Sejajar dengan Arab Saudi dan Malaysia
-
Marak Kasus Keracunan: 77 Persen Masyarakat Dukung MBG Lanjut, Tapi Minta Kualitas Dijaga Ketat!
-
IHSG Sesi I: Energi dan Teknologi Terbang Tinggi, Keuangan dan Infrastruktur Masih Keok