Suara.com - Kementerian Perindustrian telah menetapkan langkah strategis yang akan diprioritaskansalah satunya adalah hilirisasi industri berbasis mineral logam dengan fokus pada empat kelompok sektor industri yaitu besi baja, tembaga, aluminium, dan nikel.
Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat, Kamis (18/2/2016), menyampaikan bahwa upaya ini sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN) tahun 2015-2019 sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dan PP No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
Syarif menyampaikan, pengembangan industri berbasis mineral logam menjadi prioritas karena akan mendukung kebutuhan beberapa sektor, antara lain transportasi, konstruksi bangunan, permesinan, infrastruktur, energi, listrik, telekomunikasi, kemasan, alat rumah tangga, alat kesehatan, dan elektronik.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan menyampaikan, dari perspektif ekonomi, besi baja merupakan logam dasar paling utama. "Kini besi baja memiliki nilai penjualan global sebesar USD 225 miliar per tahun," kata Gusti dalam pernyataan resmi, Kamis (18/2/2016).
Pada tahun 2015, produksi besi baja dunia mencapai 3 miliar ton. Produsen utama besi baja adalah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 50 persenproduksi dunia, yang diikuti Jepang, Amerika Serikat dan India.Selanjutnya, industri logam tembaga (copper) berada di peringkat dua sebagai logam dasar utama dengan nilai penjualan global sebesar USD 130 miliar per tahun. Pada tahun 2015, produksi tembaga dunia mencapai 18,7 juta ton, dimana produsen terbesar berasal dari Chili, yang diikuti Tiongkok dan Peru.
“Untuk aluminium memiliki nilai penjualan global sebesar USD 90 miliar per tahun dengan nilai produksi mencapai 49,3 juta ton, dimana produsen utamanya berasal dari Tiongkok, kemudian Rusia, Kanada, dan Uni Emirat Arab,” ungkap Putu.
Sementara itu, nilai penjualan nikel secara global sebesar USD 40 miliar per tahun, yang kebutuhan utamanya digunakan sebagai paduan untuk membuat stainless steel. Pada tahun 2015, produksi nikel mencapai 2,4 juta ton dengan produsen utama berasal dari Brazil dan Rusia.
Potret industri mineral logam
Putu juga menjelaskan potensi besar mineral logam di Indonesia. “Potensi pasir besi sebesar 2 miliar ton, bijih besi 935 juta ton, bijih bauksit 918 juta ton, bijih nikel 1,5 miliar ton, dan bijih tembaga 23,8 miliar ton,” sebutnya.
Ia merinci kebutuhan dan pasokan empat komoditi industri mineral logam. Pertama, produksi baja tahun 2014 sebesar 6 juta ton, naik menjadi 10 juta ton pada tahun 2015. Peningkatan tersebut dari kontribusi PT.Krakatau Posco yang mulai berproduksi dengan kapasitas 3juta ton crude steel dan penambahan kapasitas produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar1 juta ton crude steel.
“Diperkirakan kebutuhan crude steel pada tahun 2025 mencapai 20 juta ton. Sedangkan, total Investasi yang dibutuhkan sampai tahun 2025 guna membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton adalah USD 14 miliar,” paparnya.
Sementara itu, total kebutuhan energi sampai tahun 2025 guna membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton adalah sebesar 1.174 MW. “Untuk memenuhi demand produk besi baja dari tahun 2013 sampai tahun 2025 dengan mengoptimalkan bahan baku dari dalam negeri, diperkirakan membutuhkan bahan baku bijih besi sebesar 250 juta ton dan pasir besi sebesar 110 juta ton,” ujar Putu.
Kedua, kebutuhan tembaga sampai tahun 2025 diperkirakan sebesar 1,37 juta ton. Sementara itu, tahun 2013 produksi dalam negeri mencapai 0,18 juta ton sehingga dalam 12 tahun diperlukan tambahan 1,19 juta ton.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan demand produk tembaga (katoda tembaga) tahun 2013-2025, perlu mengoptimalkan bahan baku dari dalam negeri berupa bijih tembaga sebesar 202 juta ton. “Sementara itu, guna memenuhi kebutuhan energi tersebut, pembangunan smelter tembaga dengan kapasitas total 1,5 juta ton pada tahun 2025 maka dibutuhkan kepastian supply energi setara energi listrik sebesar 475 Mega Watt,” paparnya.
Ketiga, produksi aluminium dalam negeri pada tahun 2013 sebesar 0,25 juta ton, sedangkan kebutuhan hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai 2,73 juta ton sehingga dibutuhkan tambahan produksi sebesar 2,5 juta dalam jangka waktu 12 tahun.
Berita Terkait
-
Inovasi Efisiensi Energi Dorong Industri Manufaktur Menuju Operasi yang Lebih Berkelanjutan
-
Kemenperin Gaspol Transformasi Digital Manufaktur Lewat Making Indonesia 4.0
-
Menperin Beberkan Industri Indonesia Masih Kuat, Ini Buktinya
-
Industri Kimia-Farmasi-Tekstil Diproyeksi Tetap Jadi Penopang Manufaktur pada 2026
-
Manufaktur Indonesia Tetap Tangguh di Tengah Badai Global, Apa Rahasianya?
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina
-
ESDM Mulai Pasok 16.000 LPG 3 Kg ke Banda Aceh
-
Profil PT Mayawana Persada, Deforestasi Hutan dan Pemiliknya yang Misterius